Civilization Dialog “A wonderfull book…..”

The topic writing in this book was about the basic problem of humanbeing, which really urged in this century. Even, it has been mused and discussed by our ancestors when they understood the aims of life. It was also possible that this problem would be everlasting and talking as far as the age of humanbeing.

ario1.jpga2.jpg

(The Great Figures…)

 

 

This book was talking about how to create the perfect human. This concept appeared in every period. “insan kamil, seperman, ubermen” were terminologies which have ever been the historical icons in the world. These terminologies related with the humanbeing exsistences of philosophy problems. Baca lebih lanjut

Iklan

Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah… “sebuah refleksi di Hari yang Fitri..”

Jangan Halangi Aku Membela Rasulullah

Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat di kamar tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di sekitar Gunung Uhud.

Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke  kamar. Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya. “Suamiku tersayang,” Nasibah berkata, “aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang mendengar suara itu. Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

“Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”

Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin mengobarkan keberanian Said saja. Baca lebih lanjut