Bismillah…
Seperti pelangi, cinta itu memberikan warna keindahan bagi langit
Laksana air, cinta itu meberikan kesegaran bagi raga yang dahaga
Selayaknya salju, cinta itu membawa nuansa putihnya menjadi pesona
Dan senada dengan musim semi, cinta itu adalah bung-bunga yang bermekaran
Ia Indah… Mempesona.. Bahagia.. dan Menghidupkan
Begitulah cinta bekerja. Ia ada untuk menggerakkan kaki-kaki yang malas untuk melangkah, ia ada untuk menghentakkan raga agar mau berpeluh dalam pengapnya mentari, ia ada untuk membuatkan kebeningan menjadi hangat pada tempatnya.
Pekerjaan MENCINTAI adalah pekerjaan MEMBERI, ia hadir untuk menuliskan catatan-catatan manis bagi orang yang dicintainya. Ia datang untuk menisbahkan semua rasanya agar bisa direguk oleh orang yang dicintainya. Ia berkelana untuk menembus semua muara kesulitan agar dapat menciptakan sejuta cahaya bagi orang yang dicintainya.. Begitulah pekerjaan Sang Pecinta Sejati.
Seorang pecinta sejati tidak peduli dengan kata MENERIMA, ia hanya mengerti kata MEMBERI. Sebab baginya, cinta itu memberi.. member apapun untuk bisa “menumbuhkan” orang yang dicintainya. Persoalan balasan dari sang pujaan hati adalah sunnatullah yang akan ia kecap ketika ia sudah benar-benar memberi.. namun Ia benar-benar tak peduli dengan itu. Ia hanya memahami kata MEMBERI, tidak selainnya.
Seorang dengan pribadi sholih, seorang bangsawa Persia, yang diakhir khayatnya hanya meninggalkan sedikit harta yang tak pantas dibilang barang berharga sebab kezuhudannya, seorang yang telah menanti kedatangan Rasulullah saw agar ia ikuti, seorang yang menularkan ide briliannya di perang khandaq, telah mengajarkan kepada kita, bagaimana menjadi seorang pecinta sejati. Dialah SALMAN AL FARISI.
Ketika usianya telah matang, dan telah siap untuk menyempurnakan separuh agamanya. Ia kemudian hendak melamar seorang wanita Anshar untuk dijadikan sebagai belahan jiwa, yang akan ia bersamai mengukir karya-karya bagi ummat. Wanita sholihah tersebut telah merebut hatinya dan telah membuat hari-harinya menjadi pelangi.. penuh warna dan cinta.
Namun, sebagai orang baru di Madina, ia merasa asing disini, sehingga membutuhkan seseorang untuk membaantunya. Lalu pergilah ia kepada seorang sahabat yang tak kalah sholihnya.. Abu Darda.
“Subhanallah.. walhamdulillah..” begitulah jawaban saudaranya, Abu Darda. Dengan senang hati, sebagai bukti persaudaraan yang kuat, Abu Darda siap membantu Salman Al farisi untuk menuntaskan misinya. Maka datanglah mereka menuju rumah sang wanita sholihah tersebut.
“Saya adalah Abud Darda’ dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi Wa Sallam, sampai – sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya”, berkata Abu Darda kepada keluarga wanita tersebut.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua, sahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang sahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami” Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.
”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”
Subhanallah… jelaslah sudah, jawaban tersebut menandakan bahwa Wanita tersebut lebih memilih Abu Darda dibandingkan dengan Salman. Bayangkan jika anda berada diposisinya, mungkin anda akan merasa telah salah membawa sang pendamping lamaran. Namun coba kita tengok jawaban Salman Al Farisi..
”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
Itulah jawabannya.. reaksinya yang melukiskan bahwa ia adalah seorang Pecinta Sejati. Pecinta sejati tak mengenal kata menerima.. mereka hanya tahu satu pekerjaan besar.. MEMBERI.. ia akan memberikan apapun yang ia bisa untuk membahagiakan orang yang dicintainya..
Salman Al farisi mengajarkan kepada kita, bahwa memberi adalah sifat mencintai yang paling agung… Sifat mencintai yang mencerminkan kebeningan hati.. sifat mencintai yang menggambarkan bahwa ia punya misi yang agung dalam cintanya.. Sifat mencintai yang menyuburkan lahan-lahan keimanan dalam ladang jiwanya…
Bahkan, dalam riwayat berikutnya. Wanita tersebut sering berdiskusi perihal perlakuan Abu Darda setelah menikah. Ia menjadi ahli ibadah hingga melupakan keluarganya. Lalu apa yang dilakukan oleh Salman ? Ia malah memberikan saran dan masukan kepada Abu darda untuk tidak melupakan keluarganya. Subhanallah… begitulah pekerjaan orang-orang yang mencintai.. mereka tak pernah peduli dengan perasaan mereka. Yang paling penting mereka bisa memberikan cahaya bagi orang yang mereka cintai. Itu telah cukup menuntaskan misi cinta mereka.. Subhanallah..
Wallahu’alam Bishawab
Bumi Allah, 24 Juli 2009
~ Yusuf Al bahi ~
Diadaptasi dari buku Jalan Cinta Para Pejuang “Salim A. Fillah”
sebuah tulisan yang indah.ketika cinta datang belajar ikhlas adalah mutlah dan kuncinya adalah sabar. semoga mendapat cinta sejati.Amien salam kenal ya
Salam kenal juga…
Terima kasih..