“Kemenangan yang hakiki ada pada kemerdekaan hati dan kelapangan jiwa. Ia hadir ketika pekat hitam noda yang menempel telah terhapus oleh amalan yang bercahaya lagi mengakar. Maka retaslah jalan kemnangan itu, walau lelah terkadang mengharuskan kita untuk rehat sejenak. Namun pastikan, semangat itu tetap membara, melintasi zaman, melintasi waktu, menerobos ruang dan mendobrak rasa suka dan tak suka”
Bismillah…
Episode Ramadhan telah berlalu. Bulan yang senantiasa dirindukan orang-orang yang mencintai-Nya, bulan yang selalu diimpikan oleh para pencari kenikmatan jiwa, saat paling bahagia bagi orang-orang mukmin dan menjadi madrasah terbaik untuk mencapai derajat Takwa. Ramadhan senantiasa menghadirkan sejuta cahaya bagi gelapnya hati, selaksa harap bagi beribu cita dan menjadi taman terindah untuk menentramkan raga.
Derajat takwa yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi para pemenang ramadhan sejatinya bisa kita ukur dengan melihat seberapa jauh kepekaan batin kita terhadap nikmat-Nya, seberapa lembut perasaan kita, seberapa sering rasa takut mendera di dalam jiwa dan sejauh mana kewaspadaan kita terhadap godaan dunia. Sayyid Quthb, dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an menuliskan “Itulah takwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan.. jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti.. dan masih banyak duri-duri lainnya”. Takwa yang akan menghantarkan seseorang untuk menghapus kebengisan hawa nafsu yang menguasainya, ia yang akan membinasakan semua keinginan-keinginan dunia yang mengakar kuat di pikirannya. Jalan takwa adalah jalan cahaya lagi melapang.
Seorang pemenang yang hakiki, bukanlah ia yang hanya mampu menggenggam kemenangan pada waktu yang singkat, bukanlah seseorang yang mencatatkan keberhasilannya hanya dalam hitungan hari maupun bulan, tapi ia adalah pemenang abadi, pemenang yang takkan terkalahkan oleh putaran waktu, ruang mapun kondisi. Dan Ramadhan adalah madrasah terbaik untuk mencapai kemenangan ini. Di bulan inilah kita diajarkan untuk bangun di sepertiga malam terakhir, peka dengan panggilan azan, dekat dengan al qur’an, bahkan mendatangi majelis-majelis ilmu dengan penuh antusias. Ramadhan mengajarkan segalanya dan memberikan kita banyak bekal untuk bertahan selama 11 bulan kedepan. Lalu, sejatinya apakah hakikat kemenangan Ramadhan yang seharusnya kita miliki?
Kriteria pertama bagi orang-orang yang menggenggam kemenangan adalah mereka yang memiliki “iman” yang kuat lagi mendalam. Ia laksana darah yang senantiasa mengalir di tubuh manusia, seperti akar yang memancang kuat di perut bumi, seperti ombak yang kerasnya mampu memecahkan karang Orang-orang berimanlah yang mampu menggenggam kemenangan.
“Sungguh telah sukses (menang) orang-orang beriman” (QS Al-Mu’minun 1).
Keimanan yang mendalam seharusnya terus terpatri di dalam diri, tanpa mengenal kondisi apapun. Ia tidak hanya hadir ketika bulan Ramadhan tiba, tapi sudah seharusnya, kehadiran Ramadhan menjadi sarana terbaik untuk mengokohkan kecintaan dan keimanan kita kepada-Nya.
Keimanan yang mendalam akan disertai dengan cirri lain dari orang-orang yang akan menggenggam kemenangan. Ia adalah “ilmu”. Ilmulah yang menjadikan seseorang bermanfaat bagi orang lain, ilmulah yang bisa digunakan untuk memberikan kontribusi yang sebsar-besarnya bagi ummat, ilmunlah yang menyebabkan kita ditinggikan derajatnya oleh Allah swt.
”… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Mujaadalah 11).
Sudah seharusnya, bulan Ramadhan berhasil membuat kita lebih peka dengan ilmu, lebih tergerak untuk memetik setiap hikmah yang ada didalamnya, bersemangat untuk belajar, dan mencontoh perilaku para sahabat dan salafus shalih yang tak kenal lelah menuntut ilmu. Keberhasilan Ramadhan juga akan dibarengi dengan semangat yang total untuk menuntut ilmu. Ramadhan menjadi bulan yang dihidupkan dengan majelis-majelis, dihidupkan dengan kajian-kajian yang menyemangati, maka sesudahnya, tradisi ini harus kita tumbuhkan dan tidak kenal lelah untuk dibiasakan.
Iman dan ilmu adalah dua pilar kokoh yang seharusnya tumbuh kuat di dalam diri seorang mukmin. Keduanya akan memberikan kita kekuatan untuk terus bergerak dan tidak kenal lelah untuk belajar. Kekokohan iman dan ilmu sudah seharusnya kita barengi dengan “amal shalih”. Dengan amal shalih maka kontribusi yang nyata bisa kita berikan bagi dunia. Ia mencakup semua aktivitas kita yang bermanfaat, baik ibadah kita, maupun sumbangsi bagi kemajuan dunia islam sebagai seorang yang professional dan kompeten di bidang kita masing-masing.
”Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diberikan kepada hamba-hambaKu yang saleh” (QS Al-Anbiyaa 105).
Maka ketika Ramadhan kita dibiasakan untuk beramal shalih, dibiasakan untuk membantu sesama muslim, diajarkan untuk belajar, sudah selayaknya kita menjaga semangat itu agar tetap ada di dalam diri. Agar kelak kita akan diberikan kemenangan oleh Allah.
Iman, ilmu dan amal shalih hanya akan bisa kita pertahankan ketika ada “kesungguhan” di dalam diri. Kesungguhan untuk senantiasa menjaga ketahanan iman kita, kesungguhan untuk terus memelihara semangat menuntut ilmu, kesungguhan untuk terus-menerus mengupayakan amal shalih. Kesungguhan-kesungguhan ini adalah bentuk dari usaha kita untuk mempertahankan kemenangan. Kemenangan yang akan kita genggam sepanjang hidup, yang akan terus kita rasakan selama nafas masih kita rasakan. Dan bila Ramadhan mengajarkan kita untuk mengalahkan nafsu dan memenangkan kebeningan jiwa, sejatinya, kesungguhan ini telah terasah dan mengakar kuat didalam perilaku kita. Kesungguhan ini harus kita pelihara dan jaga agar kemenangan yang hakiki bisa kita dapatkan.
Marilah kita retas kemenangan ini… Kemenangan yang akan menghantarkan jiwa-jiwa kita agar senantiasa menjadika iman dan takwa sebagai perhiasan diri..
Marilah kita buka jalan bagi kejayaan ummat ini..
Menguatkan kontribusi untuk kebangkitan ummat… Hingga kelak ketika Allah mempertanyakan apa yang kita lakukan di dunia. Kita punya “bekal” yang cukup untuk dibawa kehadapan-Nya..
Allahu’alam Bishawab.
Taipei, 9 Oktober 2009
Di musim gugur yang dingin
“Ditulis untuk Buletin bulanan LDK JAA UMY”
~ Yusuf Al Bahi ~
Terimakasih, bagus tulisannya akhi