Bismillah…
Langkah kaki itu sedikit terengah.. darah mulai mengucur pelan dari setiap jejak yang ia tinggalkan. Seruannya tak didengar.. akhlaq nya yang mulia seakan tak ada gunanya.
Lemparan batu, umpatan, kata-kata hina mewarnai hari demi hari dalam seruan yang terus ia gulirkan untuk memenangkan Islam di bumi Allah.
Semakin kuat seruannya, maka perlawanan terhadapnya-pun semakin gencar.
Namun, semangat itu tetap membara..
Jiwanya masih sebening telaga syurga..
Ketika Malaikat datang seraya menawarkan kepadanya sebuah “hadiah” untuk menghukum kaum yang menghinanya…
Ia menolaknya dengan kebesaran hati yang tak mampu terdefenisi…
Itulah sepenggal kisah sang Manusia Mulia Rasulullah sallallahu’alahi wasallam..
Seruannya untuk kembali ke jalan Allah, hanya seonggok kata yang tak didengar. Bahkan ia dihimpit dengan berbagai siksaan.
Sang Nabi menyisakkan hari-harinya di Thaif dengan berdo’a kepada Allah..
“Wahai tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahiim, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang lemah dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada musuh yang akan menerkam aku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah padaku. Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlidung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat. Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku adzab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau.”
Tidak ada yang Beliau khawatirkan selain kemarahan dari Allah. Sekalipun dakwahnya akan dihabisi oleh musuh hingga nyawanyapun melayang, Beliau tidak pernah peduli selama Allah masih ridho terhadapnya.. Selama Allah masih ada bersamanya.
Semangat keikhlasan memang selalu ada pada hati-hati yang merindu-Nya..
Ia terlahir dari sebuah refleksi panjang dalam episode dakwah yang melelahkan..
Ikhlas adalah PROSES yang tidak akan pernah habis-habisnya..
Ia hadir dan tertuang pada jiwa-jiwa manusia yang telah belajar banyak tentang kerasnya hidup dan terjalnya jalan perjuangan.
Jika orang bertanya, apa yang kau butuhkan untuk menaklukan dunia ?
Maka hanya satu kalimat yang akan tertulis..
“Taklukanlah dunia karena Allah… ”
Apa yang kau butuhkan untuk mampu mencinta tanpa ada penyesalan dan kesulitan ?
Maka hanya satu kalimat yang akan terjawab..
“Cintailah segala sesuatu karena Allah..”
Apa yang kau butuhkan untuk mendefenisikan semua permasalahanmu ?
Maka hanya satu kalimat yang akan tertuang..
“Kembalikanlah segala urusan serta ketetapan dalam dekapan niat yang sepenuhnya hanya untuk Allah..”
Allah-lah segala tempat dikembalikan..
jika sulit masih mendera..
Jika resah masih hangat di dalam jiwa..
Semua hanyalah karena hati kita yang belum penuh mencintai-Nya..
Karena hati kita yang belum lurus niatnya karena Allah…
Karena Ikhlas-lah..
Akhirnya, Sang Nabi menjawab “tawaran” malaikat dengan sebuah kalimat yang menyejarah..
“Saya hanya berharap kepada Allah SWT. Jika mereka tidak menjadi muslim, semoga pada suatu saat nanti anak2 mereka akan menjadi orang2 yang menyembah dan beribadah kepada-Nya”
Taipei, 25 Februari 2010
~ Yusuf Al Bahi ~
Sedikit catatan untuk jiwa-jiwa yang merindu-Nya..
Semoga Allah merahmati perjuangan antum semua..
“Semoga segala sesuatu terus berjalan dalam “koridor’-Nya…”
Ping balik: Lebih Produktif-kah ? « Menjadi Sederhana Itu Indah…
menjadi sederhana itu indah… dari sanalah cahaya2 itu berpendar, dan kita manusia menjd lebih apa adanya… Solitude to simplicity, how beautiful it is?!