Bismillah…
Terkadang memang, yang sering ada dan berlalu bersama gerombolan waktu di hari ini, adalah semacam penghangat suasana yang mencairkan beku dalam pekan penuh pekat di tiap musim yang berganti. Seperti suasana baru yang mengganti kulit-kulit kelam yang menggerogoti jiwa. Akupun kadang di buat heran olehnya. Apakah ini pertanda biasa, atau memang, sejatinya ini tak biasa ?. Harus kubilang, memang kondisi hati adalah sejatinya pengukur bagi mereka yang mengandalkan iman sebagai kekuatan hidupnya. Apa lagi yang tersisa jika yang terselip dan yang tersirat dalam setiap pandangan, perkataan, hingga laku kita tak lagi sebersih nurani yang tunduk dalam keagungan-Nya. TAK ADA. Karena jawaban yang tertera ketika kau mulai menerjemahkan lakumu bersama sekelumit masalah yang berlalu, hanya akan terdefenisi dalam bongkahan penuh kepenatan, dalam penyelesaian penuh kerumitan. Maka untuk momen ini, ia adalah pemberi warna segar bagi hidup agar lebih bergairah.
Terkadang memang, aku harus berkata jujur pada diri sendiri. Sejujur senja yang mengakui bahwa malam akan selalu ada setelahnya, atau mungkin sebening jujurnya embun yang selalu memberi warna bagi hangatnya pagi bersamanya. Aku harus benar-benar jujur, bahwa ada yang tertawan di sebuah bilik rasa yang tak biasa. Semacam pengganti kekosongan jiwa yang dulu sering meronta karena ternyata terlalu sering menduakan-Nya, juga melupakan-Nya. Sebuah kendali gelora yang benar-benar baru dan aneh rasanya. Ahh… akupun heran dengannya. Apakah ini pertanda yang biasa, atau memang ia sebenarnya tak biasa ?
Terkadang memang, akupun sendiri terlalu sulit untuk menerjemahkan semua yang ada di kepala. Karena aku mencintai kata, maka tingkatan terindah dari ciptaan Allah bernama “kata” ini yang mengartikannya. Biarlah ia yang lebih paham tentang apa yang sebenarnya kutulis, hingga waktu yang kemudian datang dan berlalu, takkan pernah sanggup untuk memenjarakan makna. Karena “kata” yang telah ku prasastikan di dalam tiap gelora yang bersamanya, selalu takkan pernah punya penjara untuk menempatkannya. Bisa jadi, karena aku telah menempatkan semua kata ini pada sebuah “penjara” yang jauh lebih indah. Seindah pandangan yang malu-malu dalam senyumnya, secerah beningnya akhlaq yang benar-benar tahu dimana ia akan memulai lakunya, atau mungkin sesingkat kata yang sering diucapnya. Ahh.. ini mungkin pertanda yang biasa, atau memang ia tak biasa ?
Taipei, 29 Mei 2011
~ Yusuf Al Bahi ~
terkadang memang,..
banyak hal yang tidak membuuhkan penjelasan
^_^
Terima kasih sudah berkunjung ya..
salam kenal..
ijin share ya mas 🙂
Dimana ya sy bs liat postingan saya yang di re-post.. ? hehehe
kadang suka sya share di FB, twitter ato di blogs saya… :), mksh ya udah di ijinin share…
eniwei saya follow saya di twitt mu belom di appv lho mas 🙂
La.. emang namanya siapa ? banyak nama samaran je di follower twitter..
mikoksblekoks mas… 🙂 sering mention juga koq 🙂
Siip.. ^_^