Bismillah…
Rindu itu menusuk-nusuk, ketika suaramu beradu disana. Aku meminta doamu untukku, meski kutahu selalu ada.. Bahkan di tiap jejakmu. Maka menjelmamu dalam rindu-rindu di sujud-sujudku, adalah ungkapan betapa cinta telah Allah anugerahkan kepada kita. Lalu apalagi yang kita butuh jika rasa itu telah saling terpaut ?
Ini gelisah yang berbeda, gelisah yang beradu dengan keyakinan bahwa senyummu selalu akan menguatkan langkah perjuangan ini. Bahwa binar matamu memandang bahuku adalah pemberian kekuatan, karena kau telah membuang jauh air mata setelah berjanji setia untuk menjadikanku sebagai qowwam-mu.
Rindu itu, masih menusuk-nusuk. Namun sungguh, ia bercampur dengan nafas kesyukuran tak tertahankan pada Allah, pada Tuhan kita bersama. Kesyukuran yang tak habis-habisnya seperti merasai kehadiranmu dalam tiap pekur kenikmatan dzikir bersama-Nya. Maka ijinkanlah aku untuk selalu merasakan semuanya sebagai bentuk terindah dari nikmat Allah yang pernah ada selama ini.
Rindu itu, masih menusuk-nusuk. Namun sungguh, ia tak seperti kalimat picisan “I’m all out of love.. I’m so lost without you..” tapi, tanpamu disini, cinta itu semakin menguat, energi rindu memberiku sejuta alasan untuk lebih menghamba kepada-Nya, maka kerinduan ini adalah kerinduan yang mengantarkan cintaku pada-Nya lebih menghentak dari sebelumnya. Rindu yang menguati iman, yang selalu akan kuyakini kau juga merasakannya.
Rindu itu, masih menusuk-nusuk. Namun sungguh, ia lebih memberi kesan yang tak tergambarkan. Menelusuri kenangan bersama di malam perjalanan Trenggalek-Surabaya, lalu senja antara Malang-Surabaya, adalah kisah tentang kau dan aku yang selalu akan menjadi roman tentang kita berdua. Namun sekali lagi, cinta ini menguati, tidak melemahi, cinta ini menumbuhkan, bukan melayukan. Maka apalagi yang akan kukejar jika semuanya telah Allah anugerahi dengan kehadiranmu.
Rindu itu, masih menusuk-nusuk. Namun aku selalu yakin, kamu punya cara untuk mengalihkannya. Kamu jarang terbius dengan romantika yang melemahkan, kamu selalu tegar seperti dirimu yang kukenal, meski hanya beberapa waktu. Maka wujudmu, dalam senyum-senyum penuh canda karenaku, adalah alasan kenapa engkau selalu kurindu, bahkan diwaktu awal ketika mendung itu mulai datang menyelimuti langit Taiwan, dirimu sudah kurindu.
Rindu itu, masih menusuk-nusuk. Hingga mngkn kalimat ini mampu menerjemahkannya.. “I wish I could carry your smile in my heart..”
Taipei, 10 Juli 2011
-balada LDL-
~ Yusuf Al Bahi ~
Ikut membaca rindu yang menusuk-nusuk ini. Sungguh, bagus sekali. Salam kenal ya, Mas, dan selamat terus berkarya.
Hehe…luar biasa.
Long distance ya?
ah.. saya sudah melaluinya..
saya tau rasanya..(kapok)
aih aih.. yang terakhir itu bagian lagu all out of love ya, mas?
salam kenal 🙂