Bismillah…
Di senja yang berkemilau. Pengangan tanganmu yg erat sungguh masih membekas hingga kini. Tentu saja, ia adalah rahasia yang tak bisa dibahasakan dengan prosa terindah dimanapun. Karena momen yang berharga itu, selalu takkan terganti. Senja antara Malang-Surabaya telah menjadi potret manis tentang kita berdua. Hingga sampai detik inipun aku masih merasainya. Meresapi getarannya.
Di dingin Batu Malang yang pekat, kita pernah beradu manja dalam kerlingan rasa yang memabukkan. Setelah sujud panjang bersama menunggu mentari menjadi purna. Kau menjelma bak pelangi penghias langit di kala hujan mereda. Gelora itu begitu luar biasa, sampai detik inipun, kesannya masih begitu terasa. Beginikah rasanya jika cinta telah merenggut habis semuanya? hingga tak ada lagi kesal yg meresak masuk ke dalam dada, namun yg tersisa adalah kenangan tentangmu yg selalu indah dan mempesona.
Di ujung Subuh dalam wajah Trenggalek yg dingin dan membekukan. Kita telah berjanji untuk menetapkan hati agar ia kokoh dalam kesetiaan. Mengirimkan do’a dalam kata-kata terindah untuk Allah Sang Maha Pencipta. Bahwa segala yg akan kita prasastikan di waktu berikutnya, akan selalu kita bersamai dengan keridhoan-Nya. Keridhoan-Nya yang megah dan tentram bila di rasa. Di tiap percikan wudhu dan basahnya air pada suhu-suhu yang dingin itu, telah menjadi bukti yang sempurna untuk mencontohi cinta dalam wujud penghambaan. AKu belajar semuanya, dan kita, adalah contoh nyata tentang senyawa keabadian yg terus belajar mengikutkan Allah dalam setiap harinya.
Di dingin menggigil dalam langit-langit malam Taipei yang gelap. Telah kita ciptakan bersama syair-syair masa depan yang terlahir dalam cinta dan kebersamaan yang begitu hebat terasa. Untuk setiap penggal ikhtiar yang kita urai agar Allah semakin cinta kepada kita, adalah bentuk dari penghormatan tertinggi kepada Sang Maha Hebat, Allah Yang selalu indah. Biarkan DIA menjadi saksi atas tiap-tiap gerak langkah kaki kita yang masih banyak kurangnya. Biarkan DIA yang menjadi saksi atas tiap-tiap suara yang kita bincangkan untuk kehidupan abadi yang lebih purna. Biarkan DIA yang menjawab setiap pertanyaan tentang kegelisahan-kegelisahan hati kita atas dunia yang sempit lagi fana terasa. Maka kita, adalah senyawa keabadiaan yang terus belajar menjadi purna. Kita takkan perna purna, namun setidaknya kita mampu mendekatinya.
Taipei, 09 Desember 2011
-sehari menjelang-
~ Yusuf Al Bahi ~
i like it