Ini adalah bagian dari rangkaian tulisan perjalanan saya ke Seoul – Korea Selatan bertajuk Korea 2013. Rangkuman ceritanya ada disini
Bismillah..
Aku memutar jam ditanganku mempercepatnya 1 jam setelah pilot memberitahukan bahwa 15 menit lagi kami akan tiba di Seoul. Langit cerah, awan-awan putih membumbung tinggi di balik jendela pesawat. Ada perasaan haru dan tak biasa tiba-tiba hadir seketika. Rasa hangat yang menandakan kebahagiaan yang berbeda karena telah berhasil mencatatkan lagi sebuah cita-cita sederhana. Sekali lagi aku ingin mengatakan, bahwa hal-hal seperti ini sangatlah biasa bagi para pembaca dan rekan-rekanku diberbagai negara. Namun aku tak mau melewatkan momen-momen ini berlalu begitu saja. harus ada hikmah yang bisa menginspirasi banyak orang. kalau bukan untuk mereka yang sudah terbiasa, semoga tulisan-tulisan rangkuman perjalanan ini memberikan kesempatan kepada siapapun untuk meyakinkan dirinya, bahwa ia mampu melakukan apa saja, selagi ia berusaha dengan sebaik-baiknya.
Suhu di Seoul menyentuh angka 16 derajat. Aku tiba-tiba teringat dengan Taipei, kota penuh kenangan yang selama 3 tahun aku tempati. Anginnya pasti sejuk dengan cuaca seperti ini. Musim semi memang masih berlangsung hingga selesai bulan Mei. Ini kesempatan yang mengasyikkan karena aku bisa merasakan udara yang sejuk walau suhu belasan derajat termasuk cukup dingin apalagi dibandingkan dengan Surabaya 😛
Incheon airport dan sekitarnya mulai terlihat dipandanganku setelah pesawat hampir mendarat di bandara megah ini. Jalan-jalan yang rapi seperti halnya Taipei, hijaunya tanah-tanah dan mobil yang berlalu lalang terlihat dari jendela pesawat yang kutumpangi. Cuaca benar-benar cerah. Sinar matahari menyentuh bumi dengan begitu sempurna, terasa kecil diri ini jika dibandingkan dengan kesempurnaan ciptaan-Nya. Aku termenung sesaat membayangkan keindahan dan kesempurnaan ciptaan Allah. Secantik dan sesempurna apapun ciptaan manusia, tidak akan pernah bisa mengalahkan kesempurnaan penciptaan Allah. Awan-awan yang putih bersih, matahari yang mengintip dengan sinarnya yang hangat, pohon-pohon yang rindang semua menyatu dengan kemajuan penataan wilayah di sekitar bandara. Sungguh menakjubkan.
Tubuhku bergoyang sesaat setelah roda pesawat mulai menyentuh landasan pacu. Ucapan tasbih terucap dari bibirku. Betapa Allah memberikan banyak sekali nikmat keselamatan dari beribu-ribu kilometer yang pernah kulalui. Entah berapa tempat yang pernah kujelajahi, beratus-ratus bahkan beribu kilometer telah kutempuh, dan Allah selalu memberikan nikmat keselamatan yang tak berujung.
Rabb.. Ampuni kami jika lalai dalam menghamba. Kering dalam sujud-sujud kami.
Aku kemudian mengambil ransel hitam berisi laptop di kabin pesawat. Aku hanya memegang tas kecil berisi kamera, handphone, makanan ringan juga buku Muhammad AL Fatih – 1423. Sebuah buku sejarah yang mencengangkan dan menggetarkan yang ditulis oleh Felix Sauw. Aku membacanya hingga hampir tuntas selama perjalanan 3 hariku di Korea. Perlahan para penumpang mulai turun, akupun ikut bersama mereka.
Seperti biasa, ketika memasuki negara baru, kami harus melewati bagian imigrasi. Aku melihat banyak sekali turis dari wilayah Asia yang berkunjung ke Korea, seperti Taiwan, jepang, Malaysia, dan sudah pasti, Indonesia. Aku bertemu dengan rombongan kunjungan wisata yang beranggotakan orang Indonesia berusia sekitar 40-50an tahun. Mereka dipandu oleh seorang guide yang juga orang Indonesia tapi sepertinya bisa berbahasa Korea dan sering berkunjung ke negeri ini.
Pengecekan penumpang yang akan memasuki Korea Selatan dilakukan dengan mengscaning 2 jari telunjuk dan mengambil foto bagian wajah kami. Setelah melakukan pengcekan imigrasi selesai, aku mulai menuju tempat bagasi dan sialnya, koper dorongku rusak rodanya. Koper ini memang sudah cukup tua. Aku benar-benar menyayangkan maskapai Air Asia yang tidak bisa menajaga kualitas barang penumpangnya terutama untuk perjalanan jarak jauh.
Aku kemudian menuju meja informasi transportasi di Seoul. Tiba-tiba aku baru tersadar kalau aku lupa mencatat hostel tempat menginapku. Inside Backpackers namanya. Aku mebodoh-bodohi diriku karena tidak teliti padahal semua barang dan hal-hal kecil telah kucatat dan kutata dengan baik untuk bekal perjalananku. Tapi ternyata aku lupa mencatat nomor telpon hostelku.
“Excuse me.. Where should I go If I want to take the bus number 6011. I want to go to Sungkyunkwan University. Is this the right bus number?” Tanyaku kepada seorang petugas informasi. Seorang perempuan muda yang kutaksir masih berusia belasan.
“Let me check!” jawabnya segera sambil melihat lembaran data bus beserta destinasinya.
“Yes you’re right. You can use the bus number of 6011 to go to Sungkyunkwan University. You just go straight and exit from gate number 5. You will find the bus there.” Lanjutnya. Bahasa Inggrisnya sangat bagus. Aku kemudian teringat kalau baterai laptopku habis dan tidak bisa membuka internet sehinga data nomor telpon Hostelku tidak bisa aku dapatkan.
“I Have another problem. Can you help me to find the contact number of my hostel? The name is Inside Backpackers” Tanyaku lagi.
“Yes for sure. I will help you.” Dia kemudian membuka google dan mencari nama hostelku.
“I am soryy, what is the hostel name?” tanyanya lagi
“INSIDE BAKCPACKERS.”
Aku mengulanginya sembari menulis di kertas. Beberapa saat kemudian dia berselancar menggunakan smart phonenya. Aku hanya menunggu dengan was-was. Waktu masih menunjukkan pukul 10 pagi. Aku ingin segera tiba di Hostel untuk istrahat sejenak sebelum menuju ke tempat konferensi.
Dia terlihat bingung sambil beberapa kali menggelengkan kepala.
“I can not find it.” Jawabnya kembali. Dengan intonasi yang menunjukkan rasa bersalahnya. Dia kemudian menanyakan rekan kerja disampingnya yang juga seusia dengannya. Bahasa Inggris lelaki yang menjadi rekan kerjanya ini memang sedikit lebih baik. Meski sekali lagi, untuk ukuran orang Asia Timur, bahasa Inggris keduanya sangatlah bagus. Mereka kemudian sibuk mencari informasi hostelku. Beberapa menit kemudian, hasilnya nihil. Mereka tidak menemukannya.
“Can you search in google using Indonsian language? I search in my country using my own language.” Saranku kepadanya sambil menuliskan keywords yang digunakan untuk mencari mengguankan bahsa Indonesia.
“Penginapan di Seoul Inside Backpackers.” Aku menulsikan ini dikertas alamat-alamat hostel yang ada di catatanku. Sialnya, tidak ada sama sekali alamat hostelku.
Dia kemudian mencobanya. Dan beruntung, website Inside Bakcpackers akhirnya ketemu. Sayangnya setelah beberapa menit dicari nomor kontak. Tidak ada disana.
Aku mulai khawatir dan cukup heran kenapa tidak ada nomor kontak. Karena merasa tidak enak, akhirnya aku memohon diri dan mencari cara lain. Aku menuju meja informasi dan menanyakan dimana aku bisa mengakses internet melalui komputer/laptop secara gratis. Petugas informasi ini menunjukkan lokasinya ada di lantai 2.
Dengan lift aku menuju lantai dua. Kuarahkan pandanganku mencari lokasi yang dimaksud oleh petugas tersebut. Namun selama beberapa menit menyusuri lokasi di lantai 2 ini, tidak satupun tempat dimana tersedia laptop/komputer untuk mengakses internet. Aku masih membayangkan seperti Hongkong yang menyediakan akses komputer dan internet gratis di setiap pintu sebelum keberangkatan.
Dengan putus asa aku kemudian turun lagi ke lantai satu dan menuju ke kursi peristrahatan terdekat. Tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang membuatku senang.
“Colokan listriknya sama dengan Indonesia.” Aku terbelalak sambil mengatakan kalimat ini. Aku kembali membodoh-bodohi diriku karena teledor dan tidak mencari informasi terlebih dahulu terkait colokan listrik yang sama dengan Indonesia. Aku mengambil charger laptop dan kubuka laptopku. Segera aku berselancar di dunia maya dan menemukan situs hostelku. Setelah mengcek beberapa saat, ternyata ada nomor kontaknya. Wajahku sumringah. Setidaknya mondar-mandir selama 45 menit ini berakhir juga.
Dengan buru-buru aku mencatat nomor kontak Hostel dan segera ke meja informasi untuk meminta mereka menghubungi hostel tersebut. Aku sudah reservasi tapi belum membayar karena harus memakai kartu kredit dan paypal, yang semuanya tidak kumiliki.
“I am sorry. Can you call this hostel number. I was doing the reservation but I did not pay it yet.” Tanyaku kepada petugas perempuan yang berwajah khas Korea.
“Ohh.. Finally.. Did you ge it?” Tanyanya seketika. Ia termasuk orang yang mengetahui kalau aku sedang mencari nomor hostel yang kutuju.
Dia kemudian menakan nomor yang kumaksud.
“I am sorry. The number does not exist. Please check it again.” Lanjutnya
Aku kaget. Nomornya ga ada? Apa hotel ini benar-benar ga ada? Aku mulai berpikiran macam-macam. Dengan tengang, aku membuka kembali jaringan internet di laptop dan menunjukkan kepada petugasnya langsung.
“Oooh.. You were missing one number.” Sahutnya sambil menunjukkan angka 2 diantara deretan 8 angka yang menjadi nomor kontak hostel yang kutuju.
Aku tersenyum sambil menyalahkan keteledoranku.
Akhirnya setelah menghabiskan waktu hampir 1 jam, aku tersambungkan dengan pemilik Hostel dan segera mereservasi kamarku. Beruntung, masih ada kamar kosong yang aku inginkan. Dengan perasaan lega, aku mengucapkan terima kasih kepada petugas kemudian melangkah cepat ke pintu keluar nomor 5.
Angin musim semi menghantamku. Jaket yang tidak tebal yang kupakai sejak dari Surabaya tadi, tidak mampu menahan dinginnyan suhu musim semi. Aku kemdian segera menukar jaket yang lebih tebal sambil menunggu bus yang datang.
Bersambung!
Asssyikkkkk….ceritanya seru…Aryo ditunggu episode berikutnya….tolong di taq k kalo so ada k hohohohooo….. #Penasaran
Ok.. 🙂
Thx dofu2..
“keteledoranku”… hmmm :). Memori Hualien yang tiba-tiba terlintas :))
Mantabh bro, go ahead!
hahahaha… I do remember those moments bro..