Memotret Masa Lalu

Bismillah…

 

Aku tercekat membaca salah satu halaman dari bukuku, Notes of 1000 days in Taiwan. Nafasku tiba-tiba berhenti, namun perenunganku hanya perenungan biasa, berlalu dan pergi setelahnya. Di bab “Menjadi Peneliti Muslim”, aku dengan gamblang menjelaskan kepada Profesorku tetang kebiasaanku melakukan Puasa Daud. Ya, Puasa Daud, sebuah amalan langit yang kulakukan nyaris selama 5 tahun.

Aku menulis ini dengan perasaan sedih yang menggunung. Tiba-tiba kenangan-kenanganku bersama amalan kebaikan ini hadir kembali. Berbuka di senja keemasan dari dalam kamar kos-kosanku di Yogayakarta, saling menyemangati bersama teman-teman “lingkaran” cahaya, juga perjalanan-perjalanan luar kotaku di Selatan Taiwan. Aku teringat kembali! Teringat bahwa dulu aku menahan lapar dan nafsu sambil memburu pahala dan keridhaan dari Allah.

beginilah-prinsip-seorang-dai

Tulisan singkat dibukuku ini jelas memberi peringatan kepadaku. Bahwa dulu… Duluu.. Aku pernah istiqomah menjalankannya. Bertahan dalam keterasingan di negeri kufur untuk tetap bersujud dalam keadaan lapar. Aku teringat dengan semuanya. Teringat dengan kualitas jiwa ketika melaksanakannya. Sedih rasanya ketika menyaksikan diri saat ini begitu beratnya untuk shaum, betapa susahnya raga ini digerakkan kembali untuk menunaikan amalan langit yang sempat menjadi ciri kepribadianku.

Aku teringat tangisan-tangisanku di sujud siang ketika Taipei sedang disapa musim panas. Aku teringat dengan jiwa yang berulang-ulang kali merindui Allah dalam keadaan perut yang kelaparan. Aku rindu.. Sangat rindu…!

Dan Rabbi,

Terima kasih.. Terima kasih, engkau mengistiqomahkanku untuk membina. Memberikan kekuatan kepadaku untuk bertahan di jalan dakwah. Semua diri yang berada dalam pusaran lingkaran dakwah ini kembali membuatku terpekur dan termenung.

Kenapa lemah?

Karena hilang ciri kepribadianku.

Kenapa tidak lagi terasa ruh di dalam jiwa?

Karena aku melalaikan salah satu kekuatan terbesar dalam jiwaku.

Aku memang pernah merasakan ada yang salah, ketika Daud mulai diturunkan menjadi Senin-Kamis. Hingga kesibukan-kesibukan dunia menghabiskan dayaku untuk kembali bertahan dalam semangat membenahi diri.

Dan Rabb,

Terima kasih, Engkau masih menyempatkan diri ini untuk merasai yang salah, mengingatkan yang lupa, dan memberi waktu kepada jiwaku untuk menata. Menata yang berserakan, menata yang telah hancur berkeping-keping.

Aku telah memulainya kembali ya Rabb. Memulainya dengan sejumput harap, dengan do’a melangit agar Aku istiqomah. Agar aku bertahan ya Rabb..

Aku telah memulainya kembali ya Rabb, setelah berdiskusi panjang lebar dengan generasi-generasi yang melanjutkan dakwah di bumimu, dengan mereka yang mengingatkanku ketika lalai.

Aku tak pernah tahu sampai kapan akan bertahan dalam keistiqomahan. Namun jiwaku telah dibiusi kerinduanku pada diri yang pernah merasai indahnya Shaum Daud. Indahnya menjamu diri dengan jiwa yang senantiasa berdzikir kepada-Nya.

Allah…

Istiqomahkanlah aku..

 

Surabaya, 6 November 2013

 

Iklan

Satu komentar di “Memotret Masa Lalu

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s