Journey to PhD (4)

Bismillah..

Ini adalah rangkuman cerita bertajuk “Journey to PhD”. Semua tulisan dalam tema ini akan mengangkat kisah studi saya hingga memperoleh gelar PhD -Insya Allah-

Sudah lama rasanya saya tidak melanjutkan kisah mencari beasiswa S3, terakhir kali tercatat akhir Desember adalah waktu dimana saya menuliskan bagian ke-3 cerita ini. Banyak hal yang telah terjadi selama kurun waktu 3 bulan ini. Kekecewaaan, kebahagiaan, juga waktu menunggu yang terkadang membosankan. Saya akan coba berbagi dengan semua pembaca yang setia membaca cerita ini. (Emang ada? :P) Mari, dengarkan “dongeng”ku, ceritanya lumayan panjang 🙂

Kegagalan demi kegagalan

Sejak awal memutuskan mencari beasiswa S3 di Eropa, saya benar-benar tahu, ini takkan mudah. Sampai saat ini, kurang lebih ada 18 aplikasi S3 melalui skema PhD position yang telah saya masukkan. Berikut adalah listnya:

  1. PhD position in the institute for building material of ETH-Zurich – Swiss
  2. PhD position in the Institute of Construction and Infrastructure Management – ETH Zurich – Swiss
  3. PhD position in Geomechanics Lab of EPFL – Swiss
  4. PhD position in Structural Concrete Group – Liege University (Belgia)
  5. PhD Position in KTH Stockholm – Swedia
  6. PhD Position in Lulea University of Science and Technology – Swedia
  7. PhD in Structural Mechanics Group of KU Leuven
  8. PhD Position in Engineering Risk Analysis Group of TU Munchen (TUM)
  9. PhD position in MaREI group of NUI – Galway, Irlandia
  10. PhD Position in Tu Delft bidang Rolling Contact Fatigue Modeling
  11. PhD position at The Institute of Continuum and Material Mechanics of the Hamburg University of Technology-TUHH
  12. PhD position at the structural mechanics laboratory, KU Leuven – Position about Reliability of NDT testing. Belgia
  13. PhD position at the structural mechanics laboratory, KU Leuven – Position in NDT testing of construction material, Belgia
  14. PhD Position Infrastructure Management of ETH Zurich – Swiss
  15. PhD position in TU Delft about Long-term performance of geopolymer. Belanda
  16. PhD Position about “Contribution to the study of eddy current NDT&E from the field calculation reliability – Application to composite materials.” in University of Nantes, Perancis
  17. PhD Position in Aalborg University – Denmark
  18.  PhD position at Magnel Laboratory for Concrete Research, Ghent University. Belgia
  19. PhD position in NDT testing of construction Material, Ghent University. Belgia
  20. PhD position in Concrete Evaluation in NTNU, Norwegia

ucl-campus-rom-university

Selain melalui skema PhD position, saya juga mendaftar sebagai PhD student di 3 Universitas di Eropa. Jika saya diterima di kampus tersebut, saya berencana mendaftar beasiswa DIKTI atau LPDP, seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya. Universitas tersebut adalah:

  1. University of Edinburgh
  2. University of Bristol
  3.  The Swiss Federal Institute of Technology in Lausanne (EPFL) – Siwss.

Lalu bagaimana hasilnya?

Seperti dari sub judul yang saya tulis di atas. 19 dari 22 lamaran S3 saya GAGAL. Dari 20 PhD position, alhamdulillah ada salah satu yang akhirnya dipanggil wawancara. Detail ceritanya saya akan lanjutkan di episode berikutnya.

Lalu bagaimana dengan 19 aplikasi lainnya?

Rasanya campur aduk mengingat proses ini. Tiap hari saya menunggu jawaban dari hampir semua aplikasi yang saya masukkan. Ada beberapa yang sampai sekarang saya tidak mendapatkan jawaban apapun.

Di PHP-in oleh Profesor

Ini cerita yang paling bikin ngenes 🙂 Dari 20 aplikasi di atas, ada 2 Prof. yang mem-PHP-in saya. Pertama adalah salah satu Prof. dari KU Leuven yang justru meminta saya melamar di PhD position baru di lab yang sama yang saya pernah lamar sebelumnya meski berbeda Prof. Tapi kemudian setelah menunggu lebih dari 3 bulan, saya kemudian di tolak. Berikut kutipan suratnya yang tidak akan saya lupa. Ini surat yang sudah saya tunggu berbulan-bulan, namun hasilnya sangat mengecewakan.

Dear Mr Ario Muhammad

We have very carefully considered your application for the vacant PhD positions at the Structural Mechanics Section of the Department of Civil Engineering of KU Leuven, within the frame of the research project “Robust vibration-based damage identification”.

We regret to inform you that we will not be able to engage you as a PhD student.

We thank you once more for your interest in this opportunity and wish you a lot of success in your future career.

Best regards,

Lain lagi dengan cerita lamaran PhD position-ku di NUI Galway, Irlandia. Bulan Januari ketika saya sedang berada di Labuha, Halmahera Selatan. Saya mendapatkan email dari seorang Prof. yang pernah saya lamar untuk menduduki labnya.

Dear Mr. Muhammed,

I apologise for the delay in responding to your email, but there have been some (positive) upheavals in my professional life, which means that will be leaving NUI Galway this Friday, January 31st.

I take up the position of Professor of Energy Engineering at University College Cork (UCC) next Tuesday, February 4th, and also become Director of the Marine Renewable Energy Ireland (MaREI) Centre from that date.

I will moving most, but not all of my planned MaREI activities at NUI Galway, to UCC.

Specifically, I will be seeking to fill in February/March the following 3 PhD positions at UCC (as described in the original document, attached)

  • Application of Low-Cost, High Performance Thermoset Materials to Marine Renewable Energy Device Structures
  • Application of Low-Cost, Reactive Thermoplastic Materials to Marine Renewable Energy Device Structures
  • Structural Health Monitoring for Marine Renewable Energy

If you have a specific interest in one of these PhD positions at UCC, please contact me at my new email address (from February 4th):

If you no longer have an interest in any of these positions, please accept my apologies for the delay in responding to you.

Yours Sincerely,

Saya akhirnya mengontak beliau karena masih sangat tertarik bergabung dengan lab Prof. di atas. Namun malang memang tak dapat di tolak, karena ternyata, proses sponsor belum ready setelah kepindahan beliau.

Sampai titik inilah saya kemudian tutup buku dengan cerita melamar PhD position.

MENGECEWAKAN.

KU Leuven

Lalu bagaimana kelanjutannya proses lamaran S3?

Nasib mendaftar menjadi PhD student tanpa beasiswa sedikit lebih beruntung. Saya, Alhamdulillah diterima di University of Edinburgh dan University of Bristol. Sayangnya masih CONDITIONAL LoA karena saya belum memasukkan nilai IELTS resmi. Sedangkan lamaran saya di EPFL, akhirnya gagal. yang menarik justru email pengumumannya.

Dear Mr. Muhammad,

We refer to your application for the above-mentioned doctoral program, for which we have received numerous applications.

After carefully reviewing your file, we regret to inform you that the Doctoral Committee has not retained your application, despite its inherent qualities.
We were obliged to apply strict criteria in comparing the many excellent applications we received, and have unfortunately had to decline some very good candidates.

However, according to EPFL rules, you have the opportunity to apply a second time at our program, after a period of one year.

Wishing you the best for your future career, we remain

Yours sincerely,

Prof. Michel Bierlaire
Program director EDCE

baca tulisan yang saya hitamkan kan? EPFL memang sangat susah ditembus. Hanya excellent students yang berhasil meraih kesempatan studi di sana.

Apa alasannya?

Karena selain kualitas di bidang Tekniknya yang unggul di dunia, keistimewaan lain mendaftar PhD di sana dalah KEPASTIAN BEASISWA. Jika di Edinburgh dan Bristol, saya hanya mendaftar sebagai PhD student dengan sponsor dari luar kampus, nah di EPFL, ketika kita mendapatkan LoA atau sejenisnya, maka kita diberi waktu 1 tahun untuk mencari kontrak sebagai PhD staff di lab yang akan kita tuju. jika ada Prof. yang tertarik dengan kita, maka bisa dipastikan beasiswa alias gaji selama menjadi PhD staff akan kita dapatkan. Jika anda sudah mendapatkan LoA, bisa dibilang peluangnya terbuka lebar untuk mendapatkan beasiswa dari sana. Itulah alasannya saya termasuk dari sekian banyak pelamar yang gagal.

Lalu bagaimana dengan nasib CONDITIONAL LoA dari Bristol dan Edinburgh?

Bagi yang belum tahu apa itu Conditional LoA, conditional LoA adalah surat penerimaan BERSYARAT. Artinya anda harus melengkapi syarat tertentu sebelum diterima sebagai PhD student. Seperti yang saya sebutkan di atas, saya belum memenuhi kriteria bahasa. Alhasil, saya memutar otak untuk mengambil IELTS Test. Persiapan kurang lebih sebulan dan benar-benar yakin melewatinya karena hasil test overall saya rata-rata adalah 6.5.

Harus merogoh kocek sebesar 2.4jt untuk bisa mengikuti test ini. Angka ini tentu tidak murah bagi saya. Di hari H, kondisi saya diperparah dengan sakit sejak 3 hari dan kondisi tubuh yang tak enak. Dan seperti dugaanku, nilai saya HANYA 6.0 😦

Rasanya keseeeellll dan ga enak banget. Saya berdo’a sama Allah agar tidak membuat saya kecewa jika gagal. Untungnya saya masih bisa tenang. Sudah saya duga memang, karena di sesi Listening saya kedapatan soal DIRECTION 😦 This is the most difficult part for me. Bahasa Indonesia saja, saya masih suka bingung mana kiri dan kanan, termasuk right or left, saya suka kebolak-balik. Alhasil sekitar 7-8 pertanyaan listening benar-benar kelewat dan hanya mendapatkan skor 5.5. Hanya di SESI LISTENING yang membuat saya gagal karena nilai Writing saya 6.0, reading dan speaking saya memang cukup bagus, karena saya well prepared dan yakin dengan kemampuan saya (dapat 6.5).

Bingung harus bagaimana lagi. Saat-saat itu, rasa pesimis mulai menghantui. Namun saya tidak patah semangat. Masih teringat dengan seorang rekan yang pernah bercerita dia pernah menembus salah satu kampus di UK meskipun nilai IBTnya dibawah persyaratan.

Sekitar awal Februari, setelah liburan dari Ternate dan tanpa ada kabar dari PhD position yang aku lamar (1 dari 18 aplikasi yang memanggil saya untuk wawancara baru saya dapati kabarnya tanggal 20 Maret kemarin), saya akhirnya memutuskan melobi pihak Ediburgh University dan Bristol university. Sebagai catatan, Edinburgh menduduki ranking 17 versi QS, kampus terbaik sedunia, sedangkan Bristol di ranking 28.

Aku kemudian mengontak pihak Edinburgh dan Bristol, dan respon paling cepat adalah dari Bristol University. Sedangkan dari Edinburgh, saya baru mendapatkan jawaban 2 minggu kemudian dengan hasil MENGECEWAKAN, alias tidak bisa menjadi Unconditional.

Staff penerimaan PhD student Bristol University rupanya mengontak supervisor saya. Sekitar 14 Februari, calon supervisor saya mengirimkan email berikut:

Dear Ario
To waive the English requirement, we need to make sure that your English level is sufficient and suitable to do your PhD study.
Some time next week (except for Monday), could we talk over the phone?
If you can let me know your phone number and convenient time (please take into account time difference between Indonesia and UK), I will try to call you.
Akhirnya, tepat pada tanggal 18 Februari, jam 4 sore, saya melakukan wawancara dengan calon supervisor saya. Saya sangat senang karena cukup confidence dengan kemampuan oral bahasa Inggrisku. Singkat cerita, saya berhasil meyakinkan calon supervisor karena memang studi S2 saya sebelumnya memang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya sehingga mereka yakin dengan kemampuanku. Walau ada sedikit insiden, akhirnya saya mendapatkan UNCONDITIONAL LoA dari Bristol University.
Berbarengan dengan di PHP-in oleh 2 profesor diatas, akhirnya saya memutuskan untuk melupakan proses aplikasi PhD position dan fokus ke lamaran beasiswa DIKTI. FYI, saya pernah melamar LPDP namun GAGAL karena mungkin dosen dan sertifikat TOEFL saya bukan ITP, hanya dari kampus Univ. Narotama meski nilainya 560.
Tu-Delft-Library-92
Satu persatu dokumen aplikasi S3 DIKTI saya siapkan, termasuk bolak-balik ke KOPERTIES dan menunggu surat dari pimpinan Universitas. Saya sudah berkhusnudzon kepada Allah karena mungkin saja jalan saya memang ke Bristol University. Selain karena calon supervisor saya yang very helpful, terutama kisah mendapatkan UNCONDITIONAL LoA di atas. Untungnya beasiswa DIKTI menyarankan IELTS “hanya” 5.5 atau setara dengan ITP 500. Selama proses ini, ada beberapa hal yang mengganjal.
  1. Website beasiswa LN dikti DOWN selama 2 pekan. Selama itu pula nasib saya gak jelas karena deadline semakin mendekat (14 Maret). Namun untungnya tepat tanggal 12 Maret, saya berhasil mendaftar hingga tuntas di web DIKTI walau beberapa calon pendaftar terpaksa gigit jari hingga detik ini karena tidak bisa meng-upload data atau sekedar mengkonfirmasi pendaftaran online mereka.
  2. Surat rekomendasi KOPERTIES yang membingungkan. Awalnya saya diminta memberikan legalisasi iajazah S1 saya tapi ternyata tidak perlu ketika ganti orang 😀 Saya memang bingung karena kehabisan legalisasi Ijazah S1 saya, walaupun akhirnya saya berhasil mendapatkannya.

Ditengah melalui proses pendaftaran ke DIKTI serta menunggu LoA dari Bristol, saya mencoba mendaftar 3 PhD position di Tu Delft, University of Nantes – Perancis, dan NTNU – Norwegia. Walau rasanya cuma iseng saja. Tidak ada harap mengharap lagi.

Namun di luar dugaan, berita baik datang tepat ketika hari ke-7 saya mempersiapkan diri saya untuk studi di Bristol. Sejak aplikasi ke DIKTI, saya sudah mulai belajar. Dari membaca buku, paper, membuat tutorial Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) menggunaka Java programming language, dsb. Berita baik tersbut adalah panggilan wawancara dari salah satu kampus dari 3 kampus di atas.

lalu bagaimana kelanjutannya?

Tunggu episode selanjutnya 🙂

Iklan

14 komentar di “Journey to PhD (4)

  1. Ping balik: (Q&A Beasiswa) Dokumen/Syarat Apa Saja Untuk Masuk 20 Universitas Terbaik Dunia? | Menjadi Sederhana Itu Indah...

  2. Ping balik: Journey to PhD (5) – Finally, Bristol University | Menjadi Sederhana Itu Indah...

  3. Dear Pak Ario,
    Terima kasih atas inspirasinya. Salam hangat, saya Idham saya baru saja lulus S2.
    Kebetulan saya juga ikut apply dalam EPFL ini, dan sempet merasakan menunggu keputusan sekitar 2 bulan atas eglible atau tidaknya. Namun kebetulan, dari kesempatan menunggu ini, Alhamdulillah, saya mendapatkan keputusan untuk bisa lanjut studi di EPFL, namun perlu menunggu di kontak dari Supervisornya.

    Yang ingin saya tanyakan, sesuai dengan tulisan dari blog mas Ario, dari EPFL ini, kita perlu mencari kontrak PhD staff sekitar 1 tahun. Namun, sesuai dengan email official EPFL ini, saya di beritahunya kalau saya tidak boleh kontak siapapun di departemen ini, hanya menunggu mendapatkan informasi interview dalam beberapa hari, atau minggu. Kalau boleh tau, informasi 1 tahun itu waktu itu diberitahu oleh departmen yang di tuju oleh EPFL ya mas?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s