Bismillah..
Akan ada masanya, ketika semua harapan berkumpul dan bergumul dalam ketiadaan lalu melebur kembali bersama semangat yang beranak pinak. Tak terelakkan lagi saat itu. Ketika nurani berbisik gemuruh, ketika langkah kaki tegap selalu, dan jiwa yang cerah meranggas hari dalam suasana baru. Akan ada masanya memang, ketika semua semangat kembali, bergumul dengan realitas yang baru dan meninggalkan yang semu.
Tapi yang paling menyengsarakan adalah ketika tak ada lagi pencerah jiwa dalam bilangan detik. Tak ada lagi ruh menginspirasi untuk sekedar mengisi kekosongan.
Sepi..
Seperti gerbong-gerbong kereta kosong yang gelap dan pengap.
Sesak,
Iingin segera berlari,
Rasanya ada tangisan dalam diam, laksana menyimpan kepedihan tak bersuara.
Di saat itulah kita menyadari, betapa hidup yang mulia adalah tentang mengisi jiwa dengan bening embun pagi juga mata air terbersih yang ada di ujung bumi.
Kita mungkin tak bisa memungkiri, terkadang manusia jatuh dan tenggalam dalam kubangan nista, lalu kembali bangkit dengan semangat tak terperi. Namun selain tak bisa memungkiri, lebih sering terjadi karena jiwa terus mengalpai diri. Memakaikan seribu satu alasan untuk tak bergerak, membisikkan satu persatu kepahitan yang terasa nikmat, juga menyiksa batin yang haus akan Iman dan Ihsan. Kita sering mengalpai diri, lalu lupa untuk menginsyafi.
Waktu terus berjalan, namun kealpaan bisa berhenti bisa juga terus menderu. Semua ada ditangan kita. Memilihnya untuk kembali, atau memintanya tetap berdiam diri di sini.
Surabaya, 20 April 2014
-lama bangeeeetssss ga nulis kayak beginian. Do I lose my melancholic character?- 😛