Journey to PhD (10) – 2 Bulan Menjadi Mahasiswa PhD

Bismillah…

Ini adalah rangkuman cerita bertajuk Journey to PhD”. Semua tulisan dalam tema ini akan mengangkat kisah studi saya hingga memperoleh gelar PhD -Insya Allah-

Masa-masa adaptasi

2 bulan sudah saya tercatat menjadi PhD student, department of Civil Engineering Bristol University. Sebuah kampus yang berada di top point kota Bristol. Konturnya yang hilly memang membuat setiap hari tubuh ini dipaksa untuk olahraga. Gambaran dua bulan pertama adalah masa-masa penyesuaian yang tak terlupakan.

Office 0.91 Queens Building, University walk adalah lokasi kantorku berada. Semua PhD student di UK dan di Eropa pada umumnya memang disamakan dengan university staff sehingga orang-orang di sini lebih awam menyebutkan office sebagai tempat kerja kita dibanding dengan kata “lab” yang sering dipakai di negara-negara Asia Timur. Dari segi bahasa saja rasanya sudah beda. memiliki sebuah office bagi seorang student tentu menunjukkan tingkat kemandiriannya. Office lebih berkesan kita adalah bagian dari keluarga kampus yang turut menyumbangkan banyak kontribusi bagi kemajuan universitas. Lab seperti kata yang lebih kepada pekerja.

Masa-masa adaptasi ini saya lalui dengan sangat sibuk. Total dalam dua bulan sudah 6 progress report yang saya tulis. 6 progress report ini dimulai dari hasil literature review saya, menyelesaikan satu demi satu tugas dan arahan dari pembimbimbing hingga berujung pada progress yang terakhir yang baru selesai kami diskusikan bersama terkait program riset yang akan saya laksanakan.

Bristol 1

Awal-awal adaptasi ini berlangsung dengan membawa kebiasaan buruk ketika di Taiwan.

“I am not a morning person”

Kalimat di atas benar-benar gamblang menjelaskan 4 minggu pertama selama menjadi PhD student di sini. Jadwal progress report di 4 minggu pertama adalah di Sore hari Rabu, biasanya peak performance saya dalam bekerja adalah hari Senin dan Selasa dimana saya bisa pulang ke rumah hingga pukul 1 malam. Tapi terus terang pola hidup ini sangatlah buruk untuk dijalankan oleh siapapun. Saya harus belajar menjadi morning person seperti yang saya lakukan ketika S1 dulu. Istri saya adalah contoh nyata betapa produktifnya seorang morning person. She will sleep after Isya and can not work at night!

Kebiasaan ini membuatnya menghasilkan banyak pekerjaan-pekerjaan yang dari kacamata saya mengagumkan. Tugasnya sebagai seorang istri, dosen, peneliti, juga aktivis dakwah berlangsung dengan sangat baik. Bahkan hafalan hadits dan Al-qur’an justru lebih produktif dengan kehidupan ala morning person ini.

Mengubah kebiasaan hidup

Tercatat tanggal 18 Oktober 2014, atau 1 bulan setelah keberadaan saya di Bristol, saya memulai sebuah kebiasaan baru yang saya sebut sebagai DEEP HABITS. Hari ini telah memasuki hari ke-35 menjalani perubahan hidup saya yang baru. Sederhana saja, saya menjadi: MORNING PERSON.

Apa kebiasaan baru saya?

  1. Bangun 20-30 menit sebelum subuh
  2. Tidak tidur lagi setelah subuh
  3. memasak sebelum ke kampus (6 am to 7 am)
  4. Berenang (8 am to 9 am)
  5. Mulai bekerja dari 9 am to 5 pm

Kebiasaan ini rutin saya lakukan selama weekdays. rata-rata setiap hari saya selalu berenang sebelum bekerja atau riset. Ternyata efektivitas olahraga ini sangat tinggi manfaatnya untuk kualitas tubuh dan otak saya. Saya jauh lebih produktif dibandingkan ketika melakukan DEEP WORKS ketika belum menjadi morning person.

Saya beruntung karena merangkum dan menulis setiap hari evaluasi kinerja saya. Mulai dari amalan yaumiah, jumlah jam kerja, hingga tingkat produktivitas saya. Di sticky note komputer saya, tertulis dengan jelas day by day aktivitas saya. Saya bisa mengevaluasinya secara pekanan dan meraba-raba kira-kira mana yang bisa saya tingkatkan.

Dengan pola hidup seperti ini saya bisa bekerja produkti dari 6-8 jam per hari. bekerja produktif ini berarti saya melakukan DEEP WORKS tanpa ada distraction alias gangguan sama sekali. Saya berhasil mendapatkan manfaat yang sangat banyak dari deep works ini. Termasuk mulai mengerti dan memahami arah riset saya karena bidang yang saya ambil ini berbeda jauh dengan bidang riset S2 saya.

Tentang riset selama S3

Dalam catatan saya, terhitung baru 10 hari yang lalu akhirnya kami memutuskan topik riset yang saya ambil. 50 hari sebelumnya di isi dengan literatur review, simulasi, membaca, dan diskusi. Pada 3 November 2014, pembimbingku memberikan 3 opsi riset yang bisa saya lakukan selama 3 tahun kedepan yaitu:

  1. Multi-hazard risk analysis in Indonesia: Probabilistic Tsunami Hazard analysis (PTHA) and Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA).
  2. Multi-hazard risk analysis: Shaking and tsunami characteristics for specific region in Sumatra.
  3. Tsunami modelling and PTHA for specific region in Sumatra.

Saya ditawarkan 3 opsi riset ini dengan iming-iming yang menggiurkan. Berdasarkan keuntungan-keuntungan yang akan saya dapatkan, akhirnya saya memilih opsi nomor 2 meskipun saya telah menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan mensimulasi case PSHA. Saya memilih topik no. 2 karena:

  1. Riset ini termasuk dalam project CRUST milik pembimbing saya dari tahun 2014-2017. Bergabung dalam riset ini berarti saya akan mendapatkan keuntungan pendanaan setiap conference maupun workhsop yang saya ikuti.
  2. Ada postdoctoral student yang baru tiba asal Italia yang juga bekerja di bidang riset ini. Keberadaannya tentu akan sangat membantu saya.

IMG-20140920-WA0039

Sejak tanggal 11 November, saya terus meningkatkan produktivitas riset saya setiap hari. Alhamdulillah dengan menerapkan pola hidup baru ini saya berhasil mendapatkan hasil yang memuaskan. Diskusi riset hari ini adalah buktinya. Report setebal 20 halaman berisi analisis Digital Elevation Model dan ratusan baris coding MATLAB berhasil memunculkan ide baru untuk paper pertama saya. Pembimbingku terus memberikan arahan agar saya terus berkembang dengan ide-ide yang menarik.

Mimpi menjadi visiting researcher (Insya Allah) akan tercapai

Sungguh saya tidak pernah menyesal pernah berhenti melanjutkan PhD di NTUST-Taiwan. Jika saja saya masih melanjutkan studi saya, saya tidak akan pernah berkesempatan bertemu dengan Dr. Katsu Goda. Seorang peneliti muda pekerja keras yang sangat helpful tapi tidak menekan mahasiswanya. Beliau dengan rutin mengcek kondisi saya bahkan untuk hal-hal non teknis sekalipun.

Dan hari ini, kami akhirnya mematangkan jadwal keberangkatan kami ke Kyoto-Jepang. insya Allah saya akan dikirim sebagai visiting researcher di kyoto University untuk belajar tsunami modeling di Kyoto University. Sebuah mimpi sejak dulu yang akhirnya tercapai. 29 Juni 2015 nanti, saya bersama beliau akan berangkat menuju Kyoto University. Mempertajam ilmu dan melebarkan pengalaman.

2 bulan berlalu dengan sangat cepat. hari-hari penuh penat, lelah, but I do love it because this is what I dreamed in the last 2 years.

Cheers!

Iklan

5 komentar di “Journey to PhD (10) – 2 Bulan Menjadi Mahasiswa PhD

  1. Assalamu’alaikum Mas, maaf mau tanya kalau opsi riset bisa ditentukan setelah enrol di uni, apakah sewaktu apply tidak menyertakan proposal riset? Atau proposal risetnya masih umum (tapi sudah ada topik tertentu; misalnya risk-analysis or disaster related case)?

    Kebetulan saya menemukan blog ini ketika sedang mencari inspirasi dan motivasi untuk buat proposal S3, terima kasih sudah menuliskan pengalamannya ya Mas. Saya juga tertarik untuk membaca pengalaman istrinya Mas (apakah ditulis di blog juga?). Saya baru punya anak, sering sekali berpikir “Apakah saya mampu mengikuti ritme S3 dengan toddler?” – jadi kalau bisa baca pengalaman istri Mas mungkin bisa meningkatkan motivasi saya juga hehe. Terima kasih. Salam dari Bandung. Semoga semua lancar dan sehat di Bristol.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s