Journey to PhD (13) – Menjadi Teaching Assisstant

Bismillah..

Ini adalah rangkuman cerita bertajuk Journey to PhD”. Semua tulisan dalam tema ini akan mengangkat kisah studi saya hingga memperoleh gelar PhD -Insya Allah-

Ini soal KEYAKINAN

Kalian semua percaya bukan bahwa konsep rezeki, jodoh, kematian dan semua hal yang terjadi dalam hidup kita ada dalam kuasa Tuhan?

Saya termasuk orang yang bisa dibilang “terlalu” optimis. Ada beberapa cerita di masa lalu saya yang menurut saya bisa terjadi karena sikap yang terlalu optimis ini.

Saya melamar Istri saya dengan status PENGANGGURAN, alias belum punya pekerjaan tetap. Ya modalnya cuma mendapatkan beasiswa kala itu, tapi beasiswa sifatnya temporary alias sementara. Dan kami bersepakat suatu waktu akan kembali ke Indonesia, tentu saja saya sudah bertekad bulat untuk menjadi dosen, entah dimana.

Banyak yang bertanya, “lalu bagaimana kamu menghadap mertua yo? masa ga ada trik khusus?”

Saya gak punya trik apa-apa, saya hanya SUPER OPTIMIS kalau Istri saya tidak menolak saya, berarti keluarganya juga tidak akan menolak saya. Saya beruntung punya (calon) Istri kala itu yang menyadari betapa pentingnya persetujuan keluarga. Hal ini juga yang menyebabkan jawaban IYA dari dia begitu lamanyaaa. Saya hanya membutuhkan waktu kurang dari 1 minggu untuk menyetujui bertaaruf dengannya, sedangkan dia butuh waktu sampai hampir 3 bulan sebelum saya mendapatkan kepastiaan bahwa proposal nikah saya diterima olehnya. Rupanya bukan hanya Istri yang menerima saya, tetapi keluarganya juga menerima saya dengan baik. Sampai sekarang, saya bahkan sangat dekat dengan mertua saya 🙂

bristol_alamy_2528322bKarena pengangguran ini, saya tidak pesimis ketika kembali ke Indonesia, saya hanya tetap berpikir posistif bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan do’a saya, apalagi saya sudah berikhtiar sebaik mungkin. Akhirnya ketika kembali ke Indonesia, sebelum memulai hidup di Surabaya saya sudah diterima sebagai dosen di Universitas Narotama. Modalnya cuma YAKIN, Insya Allah akan ada jalan.

Cerita lain, adalah membeli rumah. Beberapa hari setelah pernikahan kami, saya menyusun rentetan cita-cita dan mimpi bersama keluarga kecil kami. Salah duanya adalah saya melanjutkan PhD di tahun 2014 dan membeli rumah di tahun 2013.

Saat itu saya tidak tahu informasi harga properti yang ternyata semakin hari semakin melangit. Intinya saya menuliskan apa yang saya percayai bisa terjadi, let Allah takes the rest.

Gara-gara keyakinan ini, dengan ajaibnya Allah memudahkan kami membeli rumah pada bulan April 2013, tentu dengan kerja keras ini dan itu 🙂

Modalnya cuma YAKIN. hehehehe.. Ya tentu saja dibarengi ikhtiar dong!

Nah, hubungannya sama cerita di atas, juga karena modal keyakinan! Ketika melihat ada kesempatan menjadi teaching assisstant bagi para PhD student yang studi di UK, saya pun berkeyakinan,

“Ahh.. Someday I can be one of TAs in Bristol University.”

Dan memang rezeki tidak akan kemana, ga akan ketuker sama orang lain 🙂

Tanpa disangka-sangka, ketika sedang sibuk mengurus Visa di akhir Agustus 2014, saya mendapatkan email dari supervisor saya berikut ini:

Hi Sarah

Thank you – I think Will Li is available as he is taking a suspended year in industry this year.

Can you try ‘Ario Muhammad’ who is starting his PhD this September – he has not arrived yet (but he will be at Bristol on 10 September).

Rupanya, ini adalah email yang di-cc-kan ke saya terkait konfirmasi kepastian saya menjadi teaching support assistant untuk kelas design and computing for first year Civil Engineering student.

Rasanya pengen loncat-loncat! hehehehe.. 😀

Saya lalu mengontak supervisor saya dan menyatakan kesediaan saya untuk membantu beliau di kelas ini. Kebetulan, Will Li yang biasa menjadi TA untuk kelas ini mengambil cuti studi PhD-nya karena hendak bekerja di sebuah perusahaan konstruksi.

Bristol University

Tak berapa lama, saya lalu dikirimkan detail informasi menjadi TA dengan hourly-paid rate sebesar 14.4 pound.

Setelah tiba di Bristol, saya lalu mendapatkan kontrak untuk bekerja sebagai TA, dimana terlebih dahulu saya harus memasukkan lamaran National Insurance (NI) yang berpusat di Scotland, tanpa NI saya tidak mungkin di gaji.

Cerita keberuntungan saya ternyata belum berhenti, seminggu sebelum perkuliahan saya dimulai, rupanya ada salah seorang Professor yang sedang mencari TA untuk membantu kelas laboratorium di mata kuliah yang sama dengan Professor saya. Dengan modal nekat, saya menyetujui untuk bergabung bersama salah seorang TA yang sudah bekerja di sana dalam beberapa tahun terakhir.

“Ngeti gak ngerti.. Di jalanin dulu deh.. Nanti juga bisa!”

Saya teringat dengan pesan seorang dosen senior USU di DIKTI ketika kami bercerita soal our future daily-life as PhD student.

Suasana Kelas

Saya memperhatikan suasana kelas di Bristol University berlangsung dengan santai. Tidak ada ketegangan. Dosen dan mahasiswa seperti teman dimana dalam sudut pandang orang Indonesia mungkin terlihat kurang sopan.

Gimana saya gak bilang kurang sopan, ketika break berlangsung, walaupun ada dosennya di depan, mahasiswanya tetap anteng nongkrong duduk di atas meja atau bahkan saya pernah melihat seorang mahasiswa hendak keluar dari barisan tempat duduk dengan melewati meja bukannya lewat sela di antara meja dan kursi 😀

Kelas juga berlangsung hidup, mereka tidak segan-segan melontarkan pertanyaan atau menginterupsi jika ada yang kurang dimengerti atau ada pendapat yang ingin mereka lontarkan. Seperti yang sudah umum kita ketahui.

“Mahasiswa di sini lebih independent, gak asal dikasih sama dosennya seperti kita di Indonesia yang terbiasa banyak mendengar tanpa mengexplore sendiri.”

Yang menarik dari kelas ini adalah sesi Poster dan Video presentation. Di akhir kelas mereka di beri dua kasus yang berbeda tentang natural disaster, yaitu kasus Topan Haiyan di FIlipina dan Gempa Tohoku di Jepang. Mereka diminta membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang untuk membuat poster dan video tentang rekonstruksi pasca bencana.

Pada pekan ke-5, video-video yang mereka buat kemudian diputar oleh supervisor saya di kelas, video-video terpilih tersebut sangat bagus isinya, kreatif dan informatif untuk ukuran anak SMA yang baru lulus. Yang paling penting, mereka tidak pernah malu-malu atau tidak PEDE dengan apa yang mereka buat. Prinspinya sederhana:

“If we know we do our best, then everything will be good”

Culture Shock

Ini mungkin salah satu kisah yang akan saya ingat selamanya. hahaha.. 😀

Semua bermula ketika sesi poster presentation yang dimulai di pekan ke 7. Sebelum poster presentation ini dimulai, saya hendak membantu profesor saya mempersiapkan ruangan yang sebelumnya dalah ruang kelas, di sulap menjadi ruang pameran sederhana yang akan berisi poster para mahasiswa dengan grupnya masing-masing. Karena kelas ini berlokasi di sebuah ruangan yang khusus untuk menggambar, maka meja-mejanya besar dengan dimensi ruangan yang cukup untuk menampung 100 orang.

Harusnya kami dibantu oleh staf kampus untuk mempersiapkan poster presentasi ini, namun tak disangka rupanya semua meja kursi ini harus ditata dan diatur oleh saya dan profesor saya sendiri 😦

Pukul 1 siang, saya sudah siap untuk kerja rodi. Ada banyak mahasiswa yang akan mempresentasikan poster diruangan tersebut. Ketika mulai mengangkat meja dan kursi bersama profesor saya yang sudah mulai banjir keringat, saya berharap mahasiswa-mahasiswa ini akan membantu kami.

Rupanya mereka hanya melihat kami sambil asyik ngobrol dengan teman mereka yang lain.

Ya Allah.. Rasaaaaaaaaaaaaaaannya dongkolll bukan main. 

Bagaimana bisa mereka hanya melihat guru mereka angkat meja dan kursi sambil mandi keringat?

Bagaimana bisa mereka tega melihat sosok yang mendidik mereka, kerja keras untuk nyiapin tempat yang layak bagi poster mereka?

saya benar-benar shock.

Tapi kemudian saya menyadari,

“Come on… This is UK man! not Indonesia.”

Ya.. ini di Eropa, di Inggris, ketika kultur dan budaya kita berbeda. Saya membayangkan jika ini terjadi di Indonesia, besok semua mahasiswanya akan di kasih E sama dosennya 😀

Diakhir proses angkat mengangkat meja yang membuat professor saya keteteran ini, kami dibantu oleh seorang mahasiswa dari Hongkong. Tampangnya bule, tapi ternyata dari Hongkong, yang tentu saja dari negara Asia. Mahasiswa yang lain tetap asik dengan kesibukan mereka masing-masing.

Melakukan Poster Assessment

Di bagian akhir kelas Professor saya, saya bertugas untuk melakukan poster assessment kepada kelompok-kelompok mahasiswa di kelas ini. Saya benar-benar surprise dengan tingkat confidence yang dimiliki mereka. Setidaknya sekitar 80-90 persen mahasiswa yang saya nilai poster mereka sangat percaya diri menjelaskan konsep yang mereka bawa. Tidak ada minder, rasa takut, gugup, atau perasaan negativ lainnya yang terpancar dari cara mereka berbicara maupun bahasa tubuh mereka. Ada 3 poster yang saya nilai sangat outstanding untuk ukuran mahasiswa S1, mereka menggarap ide rekonstruksi pasca bencana dengan sangat baik. Dan seperti biasa, mahasiswa-mahasiswa India dan China telihat sangat menonjol, walau mahasiswa India lebih aktif karena bahasa Inggris mereka yang bagus.

class

Mahasiswa-mahasiswa asal UK umumnya tingkat confidence mereka sangat bagus dan rata-rata menjadi leader buat team mereka. Mereka juga sangat kreatif dengan team work yang sangat solid. Saya sempat menilai salah satu poster dengan nama YOLANDA PROJECT yang dibuat oleh 2 mahasiswi China, 1 Mahasiswa Peru, dan 1 Mahasiswi Yunani. Poster mereka sangat bagus dengan video yang dibuat dengan sangat menarik. Kunci bagusnya hasil mereka karena team work yang solid.

Group lain yang berkesan adalah group yang berisi semua mahasiswa UK. Alur project mereka begitu rapi dengan presentasi di video dan poster yang sangat bagus. Dan yang paling saya suka, karena mereka native, presentasi poster mereka begitu menaik. Setiap pertanyaan saya direspon dengan sangat baik dan terlihat mereka bekerja dalam team yang solid.

Poster terakhir yang menarik perhatian saya adalah poster yang dbuat oleh group dari berbagai etnis. Dari India, Arab, UK, dan Eropa Timur. Maing-masing mereka punya ide yang kokoh setiap kali saya melontarkan isu tertentu. Saya tidak begitu tertarik dengan poster mereka, namun attitude mereka dalam menjawab dan mendiskusikan banyak hal dengan saya sangat saya kagumi. Ide-ide mereka sangat kreatif dan begitu holistik, saya senang sekali melakukan poster assessment di sesi mereka.

Meski banyak poster yang bagus, ada juga poster-poster yang menurut saya masih terlalu biasa. Ini terjadi karena ada anggota mereka yang withdrawn sehinggi sisa anggota tinggal ber-3 sehingga presentasi poster mereka kurang maksimal.

Sebuah pengalaman yang menarik dari perjalan studi PhD saya selama di UK.

Stay tune in my PhD story! 🙂

Salam winter dari Bristol

Sumber gambar 1, 2 dan 3

Iklan

Satu komentar di “Journey to PhD (13) – Menjadi Teaching Assisstant

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s