Bismillah..
Ini adalah rangkuman cerita bertajuk “Journey to PhD”. Semua tulisan dalam tema ini akan mengangkat kisah studi saya hingga memperoleh gelar PhD -Insya Allah-
Kali ini saya ingin berbagi betapa pentingnya mengerjakan sesuatu dengan serius, apapun itu tujuannya. Saya tidak pernah menyangka gara-gara mempersiapkan progress report ke DIKTI saya harus di buat pusing tujuh keliling karena harus membongkar report-report saya ke pembimbing, baca beberapa paper lagi, sampe super peduli dengan urusan grammatical error.
Semua berawal ketika Senin kemarin, setelah sembuh dari sakit, saya bertekad menyelesaikan progress report DIKTI yang belum saya tulis karena menunggu liburan selesai. Alasannya sederhana, karena saat tidak liburanlah saya bisa meminta tanda tangan dari pembimbing.
Mulailah hari itu dengan sigap menulis satu per satu hasil kerjaan saya selama 3 bulan. Ketika menulis bagian pertama tentang aktivitas saya selama 3 bulan, saya menulis masih dengan baik karena mungkin tingkat konsentrasinya juga masih bagus. Semua data-data report saya tinggal saya olah dan dikembangkan menjadi sebuah progress report yang pas. Setelah bagian ini, saya mulai grasa grusu dan rada ngawur nulisnya. Saya hanya mengambil beberapa bahan yang saya siapkan untuk presentasi ke pembimbing 2 juga menggabungkan dengan beberapa ide yang sudah pernah saya diskusikan kepada profesor saya. Termasuk di bagian problems, saya benar-benar blank mau mengisi apa. Bingung juga mungkin karena terlalu banyak masalah. Maunya saya tulis, I need extra 200 pound per month, tapi saya urungkan. hehehehe.. Beasiswanya Insya Allah sudah sangat cukup 🙂 Dibagian akhirnya ada komen dari pembimbing.
Tulisan sekitar 17 halaman ini saya kirimkan ke pembimbing saya untuk diminta persetujuan dan tanda tangannya. Disinilah pangkal masalah bermula.
Malam hari pukul 5.30 pm, saya mendapat balasan email dari profesor saya setelah 1.5 hari menyelesaikan progress report ini. Sepertinya saya yang terlalu ngawur karena beberapa rekan saya membuat progress report ini hanya 2 lembar saja. BAYANGKAN, hanya 2 lembar saja, meskipun ada yang sudah di tahun ke-3. Bukan karena gak ada yang ditulis atau karena riset mandeg, tapi karena GAK MUNGKIN JUGA DIBACA progress report ribuan awardee 😀
Saya pun berpendapat yang sama. Alasan kenapa menulis 17 halaman karena memang 17 halaman itu berisi kerjaan saya selama 3 bulan yang dirangkum dan ditulis dengan model laporan perkembangan studi yang lumrah. Menurut saya pribadi tidak berlebihan.
Namun ternyata ini berbeda dengan professor saya. Jam 5.30 pm, diwaktu yang sama email itu nyampe, beliau juga sudah nongol di depan ruangan saya. Mengetuk pintu dengan wajah yang kelelahan karena riset seharian.
“Saya ingin berdiskusi sebentar.” Katanya dengan nada buru-buru
“Yes Katsu.” Balasku singkat. Saya tidak mempersilahkannya masuk ke ruangan karena biasanya beliau lebih suka berdiskusi di antara ruangan dan pintu.
“Saya sudah membaca laporanmu. Secara umum penjelasan pekerjaanmu selama 3 bulan sudah bagus, hanya saja penulisan informasi risetmu belum jelas.” Lanjutnya. Saya sendiri belum sempat membaca isi revisi dari beliau.
“Oh iya profesor.” I don’t have any other answer to reply.
“Saya tahu sih, mungkin mereka gak baca. Tapi kalau di USA atau di UK.. bla.. bla.. bla..” lanjutnya
Sampe disini saya sudah mulai pusing. Pusing karena beliau menyarankan ini dan itu untuk perbaikan. Sebagian besar sudah gak masuk di otak saya. Antara kesel dan pasrah. Kesel karena mengingat kata-kata GAK MUNGKIN JUGA DIBACA, tapi pasrah karena mau gak mau harus nyelesain revisi dari beliau.
“You know what I mean right?” Lanjutnya. Kali ini dengan senyum yang rada ngece.. hahahaha…
“Ok.. ok..” Saya hanya meresponnya dengan kata-kata ini. Asli bingung.
Setelah beliau pamit, saya kemudian membuka hasil revisi progress report saya. Dan benar saja, itu revisinya 90%. Gak tanggung-tanggung, dari grammatical error, gaya bahasa akademik sampe penjelasan riset saya yang katanya gak menarik. Ya iyalah.. wong nulisnya asal jadi. 😀
Akhirnya, pekerjaan progress report ini berlanjut lagi sampai esok harinya.
Saya sungguh belajar banyak dari beliau, meskipun hal kecil seperti ini, janganlah kita melakukannya dengan setengah-setengah.
“You can learn from it.” Ini maksud beliau ketika meminta saya merevisi progress report ini. Saya bisa belajar menulis, menyampaikan ide, juga merangkum hasil pekerjaan dengan lebih baik.
Setelah melanjutkan lanjutan revisi ini, siang esok harinya saya bisa menyelesaikan progress ini dengan khusnul khotimah. Meski insiden file kegedean kembali terjadi. Gimana gak gede, totalnya 22 halaman 1.8 MB sedangkan maksimal ukuran file hanya 500 KB. Akhirnya compress meng compress terjadi untuk file report ini sampe bisa di submit. 😦
Yang menarik, tentu saja komen beliau tentang saya. Entah jujur atau tidak, yang jelas beliau orang Asia, orang Jepang, yang gak suka basa-basi kayak orang UK. Berikut komennya:
“Ario is a bright and hard-working student. He has the fundamental skills and capability to conduct an original research work independently. He also has a good management skill, including record keeping, computer programming, and research planning. The most important aspect that I appreciate is Ario’s passion for achieving higher goals.
Ario has embarked on a completely new research on multi-hazards natural disaster impact assessment. He is following a steep learning curve. I am confident that he can acquire necessary technical skills for his study and will be able to conduct an original research.”
Nah.. ternyata cerita tentang manajemen waktu di sini terasa juga efeknya oleh pembimbing saya 🙂
Salam riset dari Bristol,
Tuhan bersama mahasiswa PhD yang gak kelar-kelar nulis laporan hasil riset selama 1.5 bulan ini 🙂