Ini adalah rangkuman cerita bertajuk “Journey to PhD”. Semua tulisan dalam tema ini akan mengangkat kisah studi saya hingga memperoleh gelar PhD -Insya Allah-
Bismillah…
Beratnya menjalani LDR
“Ya maunya ada yang nemenin dan bantu kalau lagi capek atau suntuk. Tapi kondisinya kan memang gak bisa. Kalo sudah sampe puncak kelelahan, biasanya cuma ngadu dan nyebut nama Allah.“
Hati lelaki siapa yang rasanya tidak “hancur” membaca pesan singkat di atas. Rasanya jiwa saya sudah berkali-kali basah ketika mengingat segudang kesabaran, kedewasaan, kematangan, dan ketenangan yang dimiliki permata jiwaku di timur Jawa sana.
Umi gak mau jadi manja. Jadi gak perlu ada pembantu di rumah. Cukup mak yang menjaga adik. Gak usah nambah
Rasanya antara kasihan, sedih, ingin berlari memeluknya, dan semua rasa yang tak terungkap meski saya tulis berkali-kali tentangnya. Rasanya setiap hari jarak yang membentangkan saya dengannya justru membuat saya menyadari betapa Istri saya adalah seorang yang paling menakjubkan yang pernah saya kenal.
Jangan lupa do’ain bangsa ini juga. Biar gak semakin terpuruk
Hampir tidak pernah saya dijejali dengan pesan-pesan yang membuat saya khawatir karena kerinduannya, hampir tidak pernah saya mendengarnya menuntut saya kembali, meminta ini dan itu. Semua stok kesabarannya justru membuat saya tidak sabar untuk bertemu dengannya. Sekedar memeluknya atau membagi beban yang membuatnya lelah.
3 proyek riset yang dikerjakannya, 2 kelompok pengajian yang dibinanya, mengajar kelas S1 dan S2 ditiap harinya, juga tak kalah penting, perhatiannya yang luar biasa kepada anak kami telah membuat saya menyadari bahwa keberadaan dia mendukung semua cita-cita saya sangat berarti dan begitu besar perannya. Weekendnya dibagi-bagi waktunya. Terkadang dia dan DeLiang akan keliling bersama ke tempat-tempat wisata ketika Istri merasa waktunya kurang bersamanya. Atau Istri terpaksa memborongnya bersama ketika mengisi training, menjalani perannya sebagai aktivis, maupun kegiatan-kegiatan lain yang tak kalah sibuknya.
Jika ditanya darimana saya menekan gaya hidup agar bisa seimbang? jawabannya adalah dari Istri saya. Dia adalah guru saya. Guru saya untuk mematangkan mental dan hidup saya. Dia adalah inspirasi terdekat yang langsung kulihat, dan kurasakan perannya.
Bahkan sampai detik ini, saya merasa dia terlalu sempurna untuk saya.
Beratnya menjalani cerita dalam jarak yang membentang ini kadang-kadang membuat saya tidak sabaran agar summer segera datang, agar kepastian aplikasi kampus dan beasiswa istri saya semakin ada jalan terang.
Disaat-saat seperti inilah, kami menyadari, betapa memiliki Allah adalah hal paling membahagiakan dalam hidup kami. Ketika keluh kesah bisa kami gantikan dengan do’a, ketika rasa tak berdaya bisa kami serahkan dengan tawakkal kepada-Nya. Bersyukur memiliki Zat Yang Maha Mengatur. Mendesain semua keajaiban-keajaiban yang terjadi dalam hidup kami.
Susahnya mendapatkan kampus
Sejak awal, keputusan untuk berkumpul bersama adalah dengan jalan mendapatkan beasiswa S3. Alasannya sederhana, Istri saya sudah memutuskan menjadi dosen, yang dengannya konsekuensi melanjutkan ke jenjang PhD adalah keharusan. Saya pribadipun rasanya sulit membiarkan potensi yang begitu besar yang dimiliki Istri saya. Dedikasinya sebagai dosen justru lebih baik dari saya. Perannya bagi banyak orang (ummat) adalah fokus penting selama keluarga bisa dibina dan dijaga sebaik-baiknya.
Masalah mulai datang ketika mencari kampus S3 untuk istri saya. University of Bristol tentu saja menjadi pilihan utama. Namun sayang, kampus tempat saya melanjutkan S3 ini justru tidak memiliki bidang riset Software Engineering (SE). Awalnya, masalah selesai ketika menemukan bidang software engineering (bidang riset Istri saya) di University of The West England (UWE). Namun ternyata kampus ini, walaupun bidang SEnya terbaik diantara 3 kampus bagus lainnya (University of Bristol, Cardiff University dan Bath University), tidak masuk dalam list LPDP maupun ranking THE yang menjadi syarat dipertimbangkan untuk mendapatkan beasiswa IDB. Yang paling memungkinkan adalah menggunakan beasiswa DIKTI. Akan tetapi, NIDN Istri belum juga keluar semenjak resmi diterima sebagai dosen PNS 2 tahun lalu 🙂 Sungguh ajaib dan menegangkan.
Beberapa kali mencoba mencari professor di University of Bristol, namun tidak ada satupun yang merespon. Pilihan terburuk akhirnya jatuh kepada Cardiff University selain terus mengusahakan pendaftaran di UWE. Respon professor-professor di Cardiff University cukup baik sedangkan proses aplikasi ke UWE berjalan dengan lancar. UWE letaknya satu kota dengan kampus saya. Sedangkan Cardiff University harus ditempuh dengan kereta kurang lebih 1 jam. Prioritas kami tentu saja di UWE, selain bidang risetnya yang sesuai dengan keinginan Istri saya.
Istri akhirnya mendapatkan seorang calon supervisor muslim asal Palestina di UWE.
IELTS dan NIDN
Proses aplikasi IDB terus disiapkan oleh Istri saya. Beruntung pengalaman melamar berbagai jenis beasiswa memudahkan saya untuk mengarahkan Istri saya mengurusi aplikasi beasiswa S3nya. Saya tidak mau ini menjadi beban lain ditengah kesibukannya yang sudah luar biasa.
Aplikasi IDB ditutup tanggal 31 Maret. Istri akhirnya memutuskan untuk mendaftar IELTS test pada 14 Maret 2015. Aplikasinya di UWE juga menunggu hasil IELTS test yang dilewati Istri saya. Disaat bersamaan, Istri mendapatkan kesempatan kursus academic writing gratis di IALF untuk dosen T. Informatika ITS. Sejak awal, kemampuan Listening dan Reading Istri memang sangat baik. Placement testnya meraih nilai 73-75/100 untuk listening dan reading. Kebiasaannya menikmati drama-drama crime Amerika sepertinya membantu kualitas listening dan readingnya. Writingnya, seperti saya, masih menjadi kendala. Sedangkan speaking, sejak dulu Istri saya menyadari kelemahannya di sana.
Saya tidak mengerti bagaimana dia mengatur waktunya untuk persiapan test IELTS. Kadang-kadang dia melakukannya disela-sela menemani DeLiang bermain ketika weekend. Atau terpaksa mencari-cari waktu kosong dikampus untuk belajar karena selalu tidak berhasil jika belajar di rumah.
Hari test-pun tiba. Setelahnya kami banyak bercerita soal kelangsungan test IELTS-nya. Seperti biasa responnya selalu membuat saya semakin nervous.
“Kayanya bakalan dapat 6 lagi deh!” Tahun 2009 Istri saya pernah menjalani test IELTS yang nilainya hanya 6.0.
Kami berdebat panjang soal teori optimis-pesimis dalam hidup. Sampe merembet ke konsep mendidik anak. Rasanya sangat seru setiap kali berdiskusi seperti ini. Saya selalu hampir kalah beradu argumen karena kedalaman dan kematangan pengetahuannya.
Ok, I can not lie, I do really love smart woman. And she is really smart. In many perspectives.
Rasanya saya sudah tidak nyenyak tidur 2 hari menjelang pengumuman hasil IELTS-nya. Disaat yang bersamaan saya hanya berdo’a kepada Allah agar memberi kejutan bagi ikhtiar-ikhtiar kami. Termasuk berharap keluarnya NIDN istri semenjak measukkan aplikasi NIDN beberapa bulan lalu.
Pagi hari waktu UK, saya akhirnya dikirimkan caption hasil test hasil IELTS setelah sebelumnya gagal mengecek via online.
“Alhamdulillah.. hasilnya ngepass.. sesuai yang ditargetin.”
Pesan ini tiba bersama caption hasil IELTS di atas.
Rasanya legaaaaa luar biasa. Kekhawatiran saya, beban yang terasa sejak semalam hilang sudah. Kali ini, teori optimis saya kembali bekerja. Saya selalu begitu, mengambil sisi positif meski gagal sekalipun.
Beberapa jam kemudian, Caption gambar lainnya muncul. Kali ini kabar NIDN Istri saya keluar.
Masya Allah..
Rasanya kejutan demi kejutan terus Allah hadirkan dalam kehidupan kami. Saya sudah berulang-ulang kali mengalami ini sampai ada mindset dalam diri saya bahwa kejutan dari Allah pasti hadir. Selalu kata-kata itu terngiang setiap kali berikhtiar mengejar mimpi dan cita-cita.
Alhamdulillah, aplikasi beasiswa IDB sudah dikirimkan oleh Istri Sabtu hari ini, dan ikhtiar untuk mendaftar beasiswa DIKTI semakin dekat jalannya. Semoga semua rencana sesuai dengan ketentuan-Nya.
Saya semakin optimis jalan berkumpul bersama keluarga di UK semakin dekat.
Semoga kejutan dan keajaiban Allah akan terus hadir di keluarga kami. Menerjemahkan do’a-do’a kami dalam kebersamaan di tanah Eropa. Negeri yang diimpikan Istri saya sejak 2008 lalu.
Reblogged this on Nugraha Eka Hardana.