Bismillah…
Tulisan ini adalah bagin dari Self Management Project yang saya dedikasikan untuk membahas masalah manajemen diri. List artikelnya bisa di lihat di sini.
Pukul 6.30pm tadi, saya baru saja mengirimkan draft ke-7 jurnal paper keempat ke email pemnbmbing. Rasanya pintu menggondol PhD semakin dekat. Bersama itu pula ada semangat yang tak pernah habis terus mengisi hari-hari saya setelah 2 thn 8 bulan digembleng oleh Dr. Goda untuk bisa menjadi independent researcher.
Menjelang akhir studi PhD saya, justru terasa berkebalikan dengan cerita-cerita banyak rekan yang berjibaku menulis dan mengejar submit PhD thesis dengan susah payah. Justru kesulitan yang saya hadapi adalah di 2 tahun pertama menjalani PhD. Weekend yang selalu habis di kantor, membaca ratusan jurnal, hingga belajar hal-hal baru yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya.

Di awal PhD saya, Dr. Goda sudah mengatakan bahwa saya akan melewati proses belajar yang tidak mudah. Alasannya sederhana, karena background saya yang berantakan. Beliau menyebutkan dalam laporan perkembangan saya sebagai “steep learning curve” karena saya harus belajar banyak hal baru dengan cepat. TIGA tahun adalah waktu yang singkat.
Pelan namun pasti saya mulai merasakan improvements dalam banyak hal karena proses bimbingan yang sangat intens. Dari draft laporan pertama yang penuh hujatan dihadapan banyak orang, sampe ucapan “I do really like you. Your biggest strength is you are a passionate person.”
Mengubah persepsi pembimbing tentang kita adalah proses pembuktian lewat kerja keras yang tak kenal lelah. Di tahun pertama dulu menghabiskan 12 jam di office hingga mata memerah seperti zombie bahkan liburan natal harus diisi dengan bekerja.
Dan hasilnya benar terasa saat ini. Writing yang dulu begitu susah prosesnya sekarang terasa lebih ringan. Dari yang menulis 1000 kata bisa berminggu-minggu sekarang sehari dengan menghabiskan 3-4jam pun sudah bisa terselesaikan. Saya juga mulai merasakan sensasi direview oleh para saintis kaliber dunia lewat proses penulisan jurnal paper yang ‘berdarah-darah’. Revisi puluhan kali, tidur yang disertai mimpi draft jurnal, hingga rambut yang rontok tanpa saya sadari.
Setelah proses melelahkan itu, saat ini saya bisa lebih santai. Draft PhD thesis tinggal.melewati revisi dan akan di submit summer tahun ini. Rambut juga sudah kembali normal karena secara tak sadar tekanan selama PhD ini memang tak mudah. Proses belajar selama hampir 3 tahun ini juga bisa saya pakai membantu proses penyelesaian studi S3 Istri saya. Draft laporan sidang tahun pertamanya bisa saya bantu koreksi dan mmberikan feedback yang bagus untuk meng-guide-nya agar melakukan proses riset dengan benar. Ternyata memang begitu hikmahnya Istri memulai PhD 2 tahun setelah saya studi. Rencana yang harus mundur 1 tahun dari yang kami prediksikan.
Saatnya menuntaskan ini dengan baik. Teringat dengan teori ihsanul amal. Amal yang baik adalah yang hasilnya baik dan bisa dimanfaatkan selain dilengkapi dengan niat yang baik dan kerja keras dalam melewatinya.
Semoga di sisa beberapa bulan menuju akhir studi S3 ini berakhir manis. Saya selalu yakin, garis takdir Allah yang menentukan. Selesai atau tidak selesai Allah-lah juga yang menentukan. Namun ini bukan hanya soal hasil, tapi proses yang mampu mengubah seseorang menjadi lebih baik.
Salam perjuangan.
Ditulis di Bus dalam perjalan pulang.
Bristol, 5 Mei 2017