Bismillah…
Isu plagiasi memang menjadi masalah yang sangat diperhatikan di hampir semua innstitusi di UK. Saya yakin juga terjadi dinegara-negara maju lainnya. Bagi mahasiswa yang mengalami kasus plagiasi, meskipun hanya dalam level tugas mata kuliah, anda bisa dipanggil dan melewati sidang bersama komite akademik yang khusus mengurusi plagiasi. Bagi PhD student, sejak awal, kami sudah diwanti-wanti terkait isu ini.
Dan pagi tadi, setelah menunggu 2 bulan, kabar jurnal paper ke-3 yang saya tulis selama PhD datang juga. Paper kolaborasi bersama beberapa ilmuwan senior tsunami Indonesia ini bisa lolos dengan minor revisi di tangan editor. Proses review di jurnal ini (Natural Hazard and Earth System Siences-NHESS) ini memang unik.
PERTAMA: Paper akan di cek tingkat plagiasinya memakai software iThenticate oleh pengelola journal sebelum dikirim ke Editor. Report hasil cek ini akan diberikan ke Editor yang akan menghandle paper yang disubmit lalu Editor yang menentukan apakah layak atau tidak.
.
KEDUA: Proses penentuan Editor berlangsung hati-hati dan fokus. Penentuan Editor ini terbilang lama karena mereka benar-benar ditunjuk berdasarkan kepakaran bidang yang sesuai dengan tema paper. Tujuan pihak pengelola adalah untuk menjamin proses review belangsung fair karena manuskrip langsung dihandle Editor yang paham dan handal.
.
KETIGA: Jika Editor meloloskan paper yang disubmit, maka slanjutnya paper dibuka ke publik untuk menerima reviewer dari 2/3 reviewers dan komen dari para pembaca. Jadi selama proses review ini siapapun bisa mengecek secara terbuka keputusan dan feedback yang didapat. Jika lolos review maka paper bisa dipublikasikn.
.
Paper kami sendiri baru masuk tahap ke-3.
Yang menarik justru paper teman lab saya yang ditolak karena self plagiarismnya mencapai 20%. Teman lab saya ini sudah punya banyak publikasi dijurnal bereputasi internasional karena dia memang sudah postDoc. Paper yang ditolak ini adalah gabungan 3 riset yang disimpukan dalam satu manuskrip. Sebelumnya sudah ada dua paper terpublikasikan yang menjadi bagian kecil dari paper yang ditolak ini. Supervisor sudah mengingatkan dia agar menulisnya tanpa ada jejak plagiasi.
Saya cukup beruntung karena hanya 10% similarities index untuk self plagiarism dari paper saya seblmnya (http://journal.frontiersin.org/…/10.3…/fbuil.2016.00033/full). Spv sudah mewanti-wanti untuk mengubah perspektif menulis sejak awal. Paraphrases-pun tidak cukup.
.
Selama belajar menulis dengan spv, saya selalu hampir ditolak draftnya oleh spv jika melakukn paraphrases. Kata “paraphrases” ini sering sekali saya dengar sebagai tips paling jitu untuk menghindari plagiasi. Namun software iThenticate tetap bisa mendeteksi, karena similaritiesnya ditrace berdasarkan kesamaan kata dalam satu kalimat/paragraf yang utuh. Karena inilah, semua tulisan selalu disarankan supervisor agar ditulis ulang dengan konteks yang sama tetapi dengan kata-kata yang berbeda. Ini tentu saja bikin pusing tujuh keliling bagi saya yang bahasa Inggrisnya pas-pasan.
Selama melewati proses ini, saya selalu teringat dengan Benjamin Franklin yang memberikan tips menulis dengan content yang sama tapi dengan kata-kata yang berbeda. Kata Franklin:
“Baca dan pahami tulisan tersebut. Lalu tulis point penting paragraf/kalimatnya. Endapkan dan biarkan beberapa waktu hingga kalian lupa model tulisannya seperti apa. Lalu tulislah ulang dari awal. Lakukan terus menerus hingga kemampuan menulis anda akan semakin terasah”
Tips inilah yang saya pakai untuk menghindari self plagiarism. Umumnya saya tidak akan membuka atau membaca sama sekali paper/paragraf dari tulisan saya sebelumnya. Saya akan menulisnya sendiri dengan menghilangkan semua memori tulisan saya sebelumnya.
Pelajaran yang paling berharga adalah: JANGAN TERBIASA MELAKUKAN COPY PASTE TULISAN. Meskipun itu tulisan anda sendiri. Karena Kreidibilitas anda adalah taruhannya.
Happy holiday!
Bristol, 14 April 2017