Bismillah…
Lanjutan postingan kemarin, bisa di klik disini.
3. Jalan Cerita
Cukup membosankan sebenarnya alur cerita yang di bangun. Tema cerita yang dibawa sebenarnya menarik, terutama buat saya pribadi. Ayyas yang dikisahkan menjadi seorang peneliti di MGU, adalah jaminan kisah ini akan menarik, apalagi settingannya di Moskwo-Rusia. Hanya saja, Kang Abik terlalu memaksakan beberapa fakta sejarah yang ditulis dengan detail dan gamblang dalam novel ini. Bisa di bilang nyaris penuh setiap babnya dengan penjelasan dan penjelasan. Tidak terlalu halus dan seberhasil yang beliau lakukan di AAC. Banyak dialog-dialog yang kelihatan terlalu janggal dengan meletakkan berbagai macam teori ilmiah maupun fakta sejarah.
Selain itu, novel ini terlalu tipis (meski sudah sangat tebal) untuk merangkum semua cerita yang menurutku begitu sayang untuk tidak didetailkan. Kang Abik banyak memfokuskan penulisan novel ini untuk memberikan pencerahan bagi pembaca. Bagaimana beliau membeberkan teori-teori ketuhanan dan melawan paham atheisme, juga menunjukkan fakta-fakta sejarah tentan pembantaian ummat Islam Palestina oleh Israel. Satu bab yang cukup menggangguku, bahkan terkesan seperti membaca sebuah buku ilmiah adalah bab “Jenis-Jenis Atheisme”. Rasanya sangat aneh membaca bab ini. Cerita dimulai setelah Yelena dan Linor (terutama Yelena) yang masih penasaran dengan teori atheisme yang disampaikan Ayyas selama seminar di MGU. Full bab ini menjelaskan jenis-jenis atheisme dengan detail. Saya jadi punya pengetahuan baru, ini tentu sisi positifnya. Sayangnya tidak terlalu halus “dimasukkan” dalam novel ini.
Satu lagi dari jalan cerita yang agak kurang sreg kuterima adalah di bagian akhir. Saya sudah menikmati 3 bab terakhir, namun kembali terganggu dengan kedatangan Linor yang mencari Ayyas untuk dijadikan suami setelah memeluk Islam sekembalinya dari Jerman. Setelah meminta Ayyas menjadi suaminya, Linor ditembak mati oleh agen Mossad, dan beberapa menit sebelum ditembak mati, Ayyas mulai merasakan cinta yang membuncah kepada Linor bahkan menjadikannya separoh jiwanya. Terus terang saya masih belum bisa menerima alur logika yang dipakai. Bukankah ada Ainul Muna yang di cintai Ayyas ? tapi bisa saja argumen terbantahkan, kalau cinta sudah di dada, apalagi yang mau dikata… š
4. Cover
Saya cukup terganggu dengan nama Habiburrahman El Shirazy yang terpampang besar-besar di cover novel ini. Juga gambar depannya yang menurutku masih saja kurang. Tapi saya kurang tahu sebelah mana – maklum bukan pakarnya š – Baca lebih lanjut →