Sketsa Ramadhan (4) – Sebuah Kesiapan

Bismillah…

Bulan bersinar indah menghiasi langit. Birunya yang jernih memantulkan beribu keindahan malam di musim panas, kuayuhkan sepedaku sepulang dari Masjid Besar setelah buka puasa. Perlahan, kusapu hati yang mulai sedikit lena dengan dunia. Bukan sedikit rupanya, namun terlalu sering jiwa terbuai dengan pesona dunianya. Kemudian, seperti suara-suara penghambaan yang mulai berteriak di pekat malam, disitulah cerita-cerita tentang taubat mulai dilantunkan. Entah akan diterima atau tidak, sungguh menghabiskan detik untuk berdua dengan-Nya adalah sebuah keindahan tentang kehidupan. Disinilah baru kita menyadari, bahwa letak kelapangan jiwa ada pada seberapa dekat engkau dengan-Nya.

Dan seperti malam-malam sebelumnya, kuhabiskan detik bersama simulasi, paper dan referensi thesis yang belum juga menemukan ujungnya. Ini baru jalan awal, namun ia seperti menghabiskan semua waktuku. Membagi ruang untuk bertemu dengan-Nya bersama dengan pikiran yang masih terbawa dengan dunia adalah sebuah seni prioritas. Sering rasanya kalah, karena lebih memilih berjam-jam bersama riset dibanding mulai menelisik kisah-kisah maha dahsyat yang menggetarkan. Seharusnya bisa, karena kita diberi kemampuan untuk merasa. Namun disinilah nafsu terangkai dalam diri seorang manusia. lalai, malas, dan semua berkaitan dengan keengganan akan menemanimu. Hingga kemudian, berjuta detik yang berlalu kemudian, akan menuliskan betapa telah kita sia-siakan waktu yang berlalu. Baca lebih lanjut

Iklan

Epilog Kemenangan

“Kemenangan yang hakiki ada pada kemerdekaan hati dan kelapangan jiwa. Ia hadir ketika pekat hitam noda yang menempel telah terhapus oleh amalan yang bercahaya lagi mengakar. Maka retaslah jalan kemnangan itu, walau lelah terkadang mengharuskan kita untuk rehat sejenak. Namun pastikan, semangat itu tetap membara, melintasi zaman, melintasi waktu, menerobos ruang dan mendobrak rasa suka dan tak suka”

Bismillah…

Episode Ramadhan telah berlalu. Bulan yang senantiasa dirindukan orang-orang yang mencintai-Nya, bulan yang selalu diimpikan oleh para pencari kenikmatan jiwa, saat paling bahagia bagi orang-orang mukmin dan menjadi madrasah terbaik untuk mencapai derajat Takwa. Ramadhan senantiasa menghadirkan sejuta cahaya bagi gelapnya hati, selaksa harap bagi beribu cita dan menjadi taman terindah untuk menentramkan raga.

Derajat takwa yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi para pemenang ramadhan sejatinya bisa kita ukur dengan melihat seberapa jauh kepekaan batin kita terhadap nikmat-Nya, seberapa lembut perasaan kita, seberapa sering rasa takut mendera di dalam jiwa dan sejauh mana kewaspadaan kita terhadap godaan dunia. Sayyid Quthb, dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an menuliskan “Itulah takwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus, selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan.. jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti.. dan masih banyak duri-duri lainnya”. Takwa yang akan menghantarkan seseorang untuk menghapus kebengisan hawa nafsu yang menguasainya, ia yang akan membinasakan semua keinginan-keinginan dunia yang mengakar kuat di pikirannya. Jalan takwa adalah jalan cahaya lagi melapang.

Seorang pemenang yang hakiki, bukanlah ia yang hanya mampu menggenggam kemenangan pada waktu yang singkat, bukanlah seseorang yang mencatatkan keberhasilannya hanya dalam hitungan hari maupun bulan, tapi ia adalah pemenang abadi, pemenang yang takkan terkalahkan oleh putaran waktu, ruang mapun kondisi. Dan Ramadhan adalah madrasah terbaik untuk mencapai kemenangan ini. Di bulan inilah kita diajarkan untuk bangun di sepertiga malam terakhir, peka dengan panggilan azan, dekat dengan al qur’an, bahkan mendatangi majelis-majelis ilmu dengan penuh antusias. Ramadhan mengajarkan segalanya dan memberikan kita banyak bekal untuk bertahan selama 11 bulan kedepan. Lalu, sejatinya apakah hakikat kemenangan Ramadhan yang seharusnya kita miliki? Baca lebih lanjut

Pengalaman I’tikaf di Taipei

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillah…

Pengalaman menarik bisa menikmati suasana Ramadhan di Taipei. Pengalaman yang tentu tidak akan saya dapatkan di negeri sendiri. Lebih menyenangkan kah ? Maka jawabannya, bahagia atau tidak bahagia, senang atau tidak senanga ada pada kelapangan hati menerima semua ktentuan-Nya. Jadi, saya cukup menikmati kehidupan ramadhan disini. Apalagi ditambah dengan makanan gratis selama 20 hari melakukan puasa di Taipei

Tepat memasuki hari ke-20 Ramadhan, aktivitas I’tikaf dimulai. Tempatnya di Taipei Cultural Mosque (Masjid Kecil). Masjid ini dimakmurkan oleh Jama’ah Tabligh dari Pakistan. Mereka sangat baik melayani para jama’ah disana. Baca lebih lanjut

(Tadabbur Al-Qur’an) Al-Hasyr : 18-19

“Wahai orang-orang yang beriman. bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan…..

…Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”

(Q.S. Al-Hasyr : 18-19)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bismillah…

Berharap pada Allah dengan penuh cita, seperti menikmati keindahan ruhani dan kelezatan jiwa yang tiada bandingannya. Allah dengan segala ketentuannya mengantarkan manusia-manusia menjemput dimensi takdir yang telah dia pilih sebelumnya. Setiap orang mempunyai waktu dan kesempatan yang sama untuk memilih jalan takdir hidup kita. Namun, kita memiliki energi yang berbeda untuk melangkah, kekuatan yang tidak sama untuk memilih sebuah keputusan, juga bekal keimanan yang bertingkat-tingkat untuk dijadikan sumber kebenaran.

Perbedaan energi dan kekuatan ini yang akan membuat hasil yang berbeda antar setiap insan. Orang yang menggunakan kadar keimanan melebihi yang lainnya, yang menggunakan kebersihan jiwa (ruh) melewati nafsunya, yang menggunakan kebeningan hatinya melompati rasa suka dan tak suka atas perintah-Nya akan memilih jalan terbaik dalam hidupnya. Jalan itu adalah jalan Taqwa. Sedangkan orang-orang yang tidak memiliki bekal keimanan yang cukup, serta dikelilingi oleh dorongan nafsu yang juga sepadan, membuatnya akan memilih jalan kehancuran. Jalan yang akan menghantarkan mereka menuju cahaya kegelapan. Neraka yang panas dengan air yang mendidih, asap yang hitam lagi menakutkan dan terasa sangat tidak menyenangkan (Al-wa’qiah 42-44). Itulah jalan fujur, jalan kesengsaraan.

Saudaraku…

Allah SWT, mengingatkan kepada kita untuk senantiasa memperbaharui Takwa, karena ia adalah sebaik-baiknya bekal untuk kampung akhirat kita. Bahkan, dalam Q.S. Al-Hasyr ini, Allah memfirmankannya sebanyak dua kali… “Bertakwalah kepada Allah… dan Bertakwalah kepada Allah” Pengulangan kata takwa ini menjadi pengingat kepada kita bahwa Takwa adalah bekal terbaik seorang mukmin dalam meniti hidupnya.. Baca lebih lanjut